Friday, March 31, 2017

Kepemimpinan Antara Tsiqah dan Khibrah

Oleh; Fairuzzimaami


إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلي أهلها, وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل, إن الله نعما يعظكم به, إن الله كان سميعا بصيرا
“Sesungguhnya Allah telah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar, maha melihat” (Q.S. An Nisa: 58)

Sang tercinta Muhammad Saw. telah mengajari, apabila kita dihadapkan suatu perkara dan diperintahkan untuk memilih seseorang yang akan kita percayakan untuk mengurus perkara umat, maka kita diajarkan untuk tidak mempercayakannya kecuali kepada mereka yang dapat memberikan manfaat kepada umat.

Manusia terbagi ke dalam tiga kelompok; kelompok pertama adalah mereka yang kita kenal sebagai orang yang dapat dipercaya (tsiqah), tetapi tidak mempunyai pengalaman (khibrah). Kelompok kedua adalah mereka yang kita kenal sebagai pemilik khibrah, tetapi kita tidak melihat sifat tsiqah padanya. Sedangkan kelompok yang ketiga adalah mereka yang menempati posisi dan derajat tertinggi, yaitu mereka yang mengumpulkan kedua sifat tersebut dalam dirinya di waktu yang sama.

Apabila kita diberikan kesempatan untuk memilih seseorang untuk mengurus suatu perkara, sedangkan di sekitar kita banyak orang yang mumpuni untuk mengatasi perkara tersebut, maka pilihlah mereka yang memiliki sifat amanah (tsiqah), agar tidak terjadi pengkhianatan di dalam amanah tersebut. 

Jika seiring berjalannya waktu keadaan mulai membaik, maka kita cari mereka yang berpengalaman untuk mencapai tujuan apa yang ingin kita capai.

Inilah petunjuk sang kekasih Muhammad Saw. dalam setiap pekerjaannya dan di seluruh fase kehidupannya.

Ketika Rasulullah Saw. meninggal dunia, umat ketika itu tidak dalam keadaan kosong dari pemerintahan, tidak juga dalam masalah kemasyarakatan, justru umat Islam ketika itu dalam posisi gemerlang,  terdengar namanya keseluruh dunia dan dibanggakan di antara umat seluruh alam.

Setelah Rasulullah wafat, kepemimpinan kemudian berada di tangan Abu Bakar As Shiddiq ra. di samping Abu Bakar As Shiddiq ketika itu adalah para tokoh-tokoh besar, mereka adalah hasil didikan Sang Kekasih Nabi Muhammad; Rasulullah Saw, di antara mereka ketika itu adalah Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, mereka senantiasa berada di garda terdepan bersama Abu Bakar dalam menjalankan roda kekhalifahan.

Sampai sebuah masalah menimpa umat Islam. Ketika itu Abu Bakar mendapati Al Quran sedang dalam bahaya. Al Quran adalah undang-undang umat, Al Quran adalah bagian paling penting dalam membangun sebuah masyarakat. Banyak para penghafal Al Quran yang mati syahid di atas debu tanah Yamamah. Datanglah Umar bin Khattab kepada Abu Bakar As Shiddiq, “Wahai Abu Bakar, aku ingin mengusulkan suatu perkara kepadamu, dan aku berharap engkau tidak menentangku dalam masalah ini.”

“Apa yang ingin engkau katakan wahai Umar bin Khattab?” jawab Abu Bakar. Umar berkata, “Ketahuilah wahai Abu Bakar, Al Quran yang merupakan pelindung umat dalam posisi bahaya. Dan aku mengusulkan agar Al Quran dikumpulkan dalam satu mushaf.”

Abu bakar berdiri tegak dan berkata,  “Wahai Umar! Sesungguhanya aku menaruh kepercayaan kepadamu, dan aku yakin bahwa engkau mempunyai pengalaman dalam masalah ini, akan tetapi wahai Umar bin Khattab, bagaimana kita melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah”.

Umar berkata, “Demi Allah wahai Khalifah Rasulullah, sesungguhnya dalam pengumpulan Al Quran tersebut terdapat kebaikan.”

Terjadilah perdebatan antara Abu Bakar dan Umar bin Khattab, karena masalah yang diperdebatkan bukan masalah enteng, ini menyangkut Al Quran, mahkota dan benteng umat Islam.

Begitulah dialog terus berlalu sampai Abu Bakar puas dengan dalil yang diutarakan oleh Umar ra., sekarang tinggallah pengambilan keputusan. Sesungguhnya sebuah keputusan tidak bisa diambil melainkan setelah kita ukur suatu pendapat dengan pendapat yang lainnya.

Abu Bakar yang kala itu menjadi Khalifah mengambil keputusan, “aku akan mencari terlebih dahulu para ahli tsiqah (orang yang bisa dipercaya), kemudian Aku akan mencari mereka yang berpengalaman (ahli khibrah).  Karena tsiqah dan khibrah adalah dua perkara yang sama-sama penting. Karena khibrah tanpa tsiqah, akan menimbulkan pengkhianatan, sedangkan tsiqah tanpa khibrah, akan terjadi penyia-nyiaan tanggungjawab dan membawa umat Islam ke jurang kebinasaan”.

Selanjutya, Abu Bakar mengirim utusan untuk memanggil Zaid ibn Tsabit Al Anshariy, kita akan segera tahu kenapa Abu Bakar memilih Zaid.
Seolah Abu Bakar menjawab, karena perkara ini adalah tanggung jawab yang membutuhkan kepada kegigihan, kekuatan dan tenaga yang besar dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh seorang pemuda.

Wahai para pemuda! Wahai engkau yang telah Allah berikan kesehatan dan kematangan! Tanggungjawab untuk menjaga agama ada ditangan kalian. Mengetahui agama ini secara sempurna adalah tanggung jawab kalian.

Pemuda adalah lambang kekuatan, dan Zaid adalah pemuda. Inilah alasan yang pertama.

Alasan kedua Abu bakar memilih Zaid, karena di samping ia adalah seorang pemuda,  Allah juga telah memberikan kepadanya karunia yang besar, berupa kepandaian. Ketika seorang pemuda bergerak, maka akal lah yang akan mengikatnya.

Yang ketiga: “Kami tidak menaruh curiga padamu”. Berapa banyak mereka yang pandai, tetapi kami ragu jika saja mereka berkhianat. Sedangkan engkau wahai Zaid, engkau adalah orang yang tsiqah. Tidak sedikitpun kami meragukan akan sifat amanahmu.

Tinggal satu perkara lagi, yaitu khibrah.  “Dan engkau menulis wahyu untuk Rasulullah Saw.” Menulis wahyu bukan sesuatu yang baru lagi bagimu wahai Zaid, tetapi pengalamanmu telah diakui oleh Rasulullah Saw.

-----------------------------------------------------

Khuzaimah bin Tsabit; Syahadat Ar Rajulain

Pada suatu hari Zaid pulang dalam keadaan murung, Abu Bakar bertanya, “ Wahai Zaid, apa yang terjadi denganmu? Apa yang terjadi sehingga warna kulitmu berubah seperti itu?” Zaid berkata: “Sesungguhnya aku mendapati dua ayat dari pada Al quran, yaitu:

لقد جاءكم رسول من أنفسكم عزيز عليه ما عنتم حريص عليكم بالْمؤمنين رءوف رحِيم. فإن تولوا فقل حسبي الله لا إله إلا هو عليه توكلت وهو رب العرش العظيمِ.
(Q.S At Taubah: 128-129)

Kedua ayat ini hanya aku dapati dari seorang laki-laki yang bersaksi bahwa ia menuliskan keduanya dihadapan Rasulullah. Abu Bakar bertanya, “Siapakah dia?”. “Dia adalah Khuzaimah bin Tsabit.” Jawab Zaid. Abu Bakar berkata “Hal itu tidak masalah, karena kami menjadikan syahadah (persaksian) seorang Khuzaimah seperti syahadah (nilai persaksian) dua orang.” “Mengapa demikian?” Ia berkata, “Dengarkanlah kisah berikut ini, suatu hari Rasulullah berjalan sendirian di suatu jalanan Madinah, tiba-tiba datang seorang arab badui dan bersamanya seekor kuda. Ia berkata kepada Nabi Saw. “ Wahai saudaraku maukah engkau membeli kudaku ini" Rasulullah Lalu bertanya, “Berapa engkau ingin menjualnya?” lalu mereka sepakat dengan suatu harga.

Rasulullah berkata, “Tunggulah disini aku akan pulang kerumah mengambil uang”, Ketika Rasulullah sedang menuju kerumahnya datanglah seorang lainnya lagi, ia berkata kepada si pemilik Kuda, “ Apakah engkau ingin menjual kuda ini.” ia berkata “iya” “berapa?” lalu ia menyebutkan harga yang lebih tinggi dari harga yang ditawarkan oleh Rasulullah.

Sebelum ia sempat menyerahkan harga kuda tersebut, tiba-tiba Rasulullah datang. “Wahai Saudaraku bukankah engkau telah menjual kudamu untukku?” Orang arab tersebut mengatakan, “Aku tidak pernah melihatmu dan aku tidak pernah menjual apapun untukmu. Aku hanya menjual kepada laki-laki yang satu ini.” Lalu Rasulullah berkata, “Engkau telah menjualnya kepadaku.” Ia menjawab “Tidak, Aku sama sekali tidak menjualnya kepadamu, siapa yang menjadi saksimu bahwa aku telah menjualnya kepadamu?”

Lalu datanglah seorang laki-laki yang telah Rasulullah persiapkan untuk meriwayatkan dua ayat Al Quran darinya, yaitu Khuzaimah bin Tsabit.

Khuzaimah bin Tsabit berkata, “Aku Bersaksi untukmu wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah pergi menjauhi sipenjual bersama Khuzaimah bin Tsabit dan berkata, “ Bagaimana engkau bersaksi sedang engkau tidak bersama kami. ”Khuzaimah menjawab, “Aku tidak bersaksi atas perkataan dan pembicaraan kalian, akan tetapi aku bersaksi bahwa engkau adalah seorang yang jujur tidak pernah menipu, engkau dipercaya oleh Allah dari atas tujuh lapis langit.” 
Rasulullah berkata, “Sesungguhnya syahadah seorang Abu Huzaifah setara dengan syahadah dua orang laki-laki”.

Lihatlah, betapa sama sekali kita tidak menyangka, bahwa Rasulullah sedang mempersiapakan seorang laki-laki yang akan diriwayatkan darinya dua ayat Al Quran yang tidak ditulis oleh siapapun kecualinya.

Kita sebagai pemuda, terlebih lagi seorang thalibul ilmi,  yang telah mendapat kesempatan mengais ilmu di Al-Azhar demi menjadi lentera di tanah air, tsaqofah Islamiyah adalah persiapan yang akan menemani kita kapanpun, begitu juga amanah dan khibrah adalah bahan dasar dalam membentuk kepercayaan dalam diri ketika terjun di tengah masyarakat.

Inilah di antara kisah yang bisa kita jadikan pedoman untuk memilih pemimpin dan menjadi pemimpin nantinya. semoga kita akan diikuti dan disayangi oleh umat islam di setiap waktu dan kapanpun.



IKPMA-MESIR
Jaridah KREASI

0 komentar:

Post a Comment