Jam kedua pun tiba
setelah istirahat dari muhadoroh pertama para mahasiswa al-Azhar pun kembali
menuju kelas untuk mengikuti maddah (pelajaran) kedua walaupun
suasananya kurang kondusif tetapi dosen
tetap memulai pelajaran tersebut. Materi yang disampaikan dosen ialah ulum al-Qur’an beliau pun menjelaskan dengan
kompherensif karena sudah menjadi ahlinya apalagi dosen yang mengajar di
al-Azhar wajib doktoral yang menguasai bidangnya. Detik perdetik pun berlalu
dengan cepat, dan sang dosen pun masih melaksanakan tugasnya untuk membagi ilmu
kepada para mahasiswa, sebagian mahasiswa pun ada yang sudah tidak nyaman dengan
waktu yang menurutnya sudah lama, akan tetapi beliau dengan sabar dan ikhlas
menyampaikan materi yang menurut beliau
penting.
Memang sistem perkuliahan al-Azhar itu berbeda sekali dengan
universitas lainya, dosen hanya menyampaikan materi dan mahasiswa hanya mendengarkan kemudian sebelum mengakhiri materi
sang dosen memberikan sesi tanya jawab, sangat berbeda
seperti di Indonesia yang mana mahasiswanya
melakukan presentasi di depan dosen dan sang dosen pun
hanya menambahkan atau mengoreksi kesalahan mahasiswa yang melakukan
presentasi. Mungkin hal ini yang membedakan antara Mesir dan Indonesia
dari segi pendidikan memang masing-masing
memiliki kekurangan dan kelebihan, tetapi disisi lain ialah adanya
perbedaan
antara dosen Mesir dan Indonesia.
Sebelum mengakhiri,
sang dosen pun memberikan sebuah soal yang di siapkan untuk ujian beberapa
minggu setelahnya, mahasiswa pun sangat antusias dengan apa yang di berikan
walaupun soal tersebut hanya sebagai latihan. Kuliah pun berakhir dengan
habisnya pertanyaan tersebut. Para mahasiswa pun meninggalkan kelas tapi sebagian
juga langsung menuju tempat dimana dosen menyampaikan mata kuliahnya yaitu di
depan, tradisi ini sudah lama menjadi budaya di universitas al-Azhar tradisi
yang baik dimana mahasiswa menanyakan langsung apa yang ia belum fahami dari
materi tadi atau yang lainya yang
berkaitan dengan pelajaran tersebut, sang dosen pun menjawab apa yang
ditanyakan oleh para mahasiswa dengan sangat jelas hingga akhirnya sang dosen
menyudahi jawaban-jawaban dari mahasiswa yang kiranya sudah di jawab. Sungguh
sosok yang benar-benar pendidik tak hanya dalam jam kuliah menjawab
bertubi-tubi pertanyaan dari mahasiswa, diluar jam pun rela mengorbankan
waktunya untuk menjawab berbagai pertanyaan walaupun masih banyak kesibukan
yang akan dilakukanya.
Masjid al-Azhar yang
begitu indah dengan arsitektur klasiknya sebagai saksi ribuan bahkan jutaan
sosok ulama yang pernah belajar di universitas tertua di dunia ini. Tengoklah
beberapa alumninya Muhammad abduh seorang pemikir dan pembaru dalam Islam, dan
yang sekarang cukup masyhur di dunia fatwa kontemporer ialah Dr.Yusuf Qardhawi,
dibidang tafsir pun terlahir ulama sebesar Dr. Wahbah Zuhaili yang mengarang
beberapa tafsir di era sekarang masih banyak lagi ribuan ulama yang terlahir di
universitas yang penuh sejarah ini bahkan presiden Indonesia pun alumni dari
universitas ini sebutlah ia
KH. Abdurrahman Wahid (Gus dur).
Sungguh bagaikan wadah yang melahirkan
banyak mutiara. Di jalur masjid ini pun sang dosen Ulum al-Quran pun akhirnya
pulang menuju rumahnya karena jarak
antara kampus dan masjid sangatlah dekat, dan juga lewat masjid ini
terdapat jalan langsung untuk menuju
arah dimana rumah sang dosen. Kagum dan lagi-lagi terkejut dengan sosok dosen yang
dijamin tanggungan ekonominya oleh lembaga sebesar al-Azhar dengan penuh
kesederhanaan beliau pun memberhentikan sebuah taxi khas mesir yang berwarna
hitam dan terdapat ranjang besi di atasnya taxi ini mungkin bisa dibilang ekonomis karena
tidak memakai tarif kargo. Taxi ini memakai tarif dengan sistem tawar menawar
antara supir dan pelanggan yang hendak naik, lagi-lagi sungguh dosen yang
benar-benar ikhlas dalam menjalankan
profesinya yang mulia yaitu sebagai pembimbing para calon ulama atau bisa
disebut muallim yang mukhlis, bukan satu atau beberapa dosen saja yang memiliki
sikap tawadhu seperti itu. Bahkan, suatu ketika dimana para mahasiswa berdesakkan
di bus 80 coret yang biasa dipakai oleh sebagian mahasiswa al-Azhar untuk pergi
ke kampus, tidak ada yang mengetahui bahwa sang duktur sapaan bagi dosen yang
sudah menyelesaikan S3 di al-azhar. Dengan penuh rasa tawadhu beliau pun ikut berdesak-desakkan dengan para
mahasiswa yang saat itu tengah berada di dalam bus. byIrfan Faqihudin.
0 komentar:
Post a Comment