Showing posts with label Kajian. Show all posts
Showing posts with label Kajian. Show all posts

Wednesday, August 2, 2017

,

Laporan Kajian Tokoh IKPMA Mesir

Oleh: Misbahul Badri
Kamis, 27 Juli 2017

Setelah libur panjang puasa dan ujian, lembaga kajian IKPMA-Mesir kembali melanjutkan rutinitasnya yaitu Kajian Reguler IKPMA-Mesir yang diadakan setiap dwi minggu. Pada pembukaan ini, kajian dipresentatori oleh Hafizul Hakim dengan mengangkat tema “Imam Abu Hanifah; Mazhab Ahli Ra’yi” dan dimoderatori oleh Muhammad Afifi.

Mahasiswa yang masih mengikuti program bahasa ini menuangkan sebuah hasil analisanya terhadap pemikiran Imam Abu Hanifah dalam makalah setebal tujuh halaman. Lalu, ia klasifikasikan menjadi empat sub judul; riwayat hidup Imam Abu Hanifah, rihlah keilmuan Imam Abu Hanifah, fikih perspektif Imam Abu Hanifah dan sejarah proses tersebarnya mazhab Imam Hanafi.

Menurutnya, Imam Abu Hanifah adalah salah seorang imam mazhab yang Allah pelihara keeksistensian mazhabnya ini dengan banyaknya murid-murid beliau yang menyebarkan mazhabnya keseantero dunia. Beliau juga dikenal sebagai pencetus mazhab ahli ra’yi.

Selanjutnya, kajian berjalan dengan hangat. Terlihat dari banyaknya rekan-rekan yang hadir dan ikut berpartisipasi menyuarakan hasil pendapat, baik pada sesi kritik redaksi maupun sesi kritik isi. Ada beberapa catatan yang sekiranya menjadi bahan evaluasi bagi pemakalah. 

Diantara kritik-kritik yang ada, salah satunya adalah kurangnya relasi tema dengan ulasan tema, hal ini dilihat dari tidak terjawabnya mazhab ahli ra’yi yang ada pada ulasan tema dengan tema di atas. Mengingat hal tersebut merupakan hal yang sangat substansial dalam sebuah karya ilmiah. Beranjak pada kritik redaksi, selain typo yang menjadi problem klasik dalam menulis, ada beberapa catatan yang salah satunya adalah kurangnya improvisasi dalam menerjemahkan teks bacaan. 

selebihnya, rekan-rekan begitu mengapresiasi kinerja pemakalah. Semoga dengan ini menjadi penyemangat pemakalah dan rekan-rekan dalam menggairahkan dinamika kajian IKPMA yang sedang mencari titik terang ini.
Continue reading Laporan Kajian Tokoh IKPMA Mesir

Friday, September 19, 2014

Studi Hadits - Anjuran Menikah untuk Para Pemuda

قال  رسول الله صلى الله عليه وسلم ( يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء )

Hadis ini diriwayatkan dari Aimmat al-Hadits ( Imam Bukhari dalam Sohihnya, Imam Muslim dalam Sohihnya, Imam Abu Daud, Attirmidji, Annasa'i, Ibnu majah dalam Sunannya, Imam Ahmad dalam Musnadnya, Addarimi dalam Sunannya, Ibnu Hibban dalam Sohehnya, Attayalisi dalam Musnadnya, Attabhrani dalam tiga Mu'jamnya; al-Kabir, al-Ausath, Assaghir, Abu ya'la dalam Musnadnya, Sai'd ibnu Mansur dalam Sunannya, Abdur Rajaq dalam Musannafnya, Ibnu Abi Syaibah dalam Musannafnya, Albaihaqi dalam Sunnan al-Kubranya).

Selengkapnya baca di http://bit.ly/AnjuranMenikahUntukPemuda

Ps. Admin telah memigrasikan tulisan ini ke link tersebut. Mohon maaf atas ketidaknyamanan yg terjadi.
Continue reading Studi Hadits - Anjuran Menikah untuk Para Pemuda

Thursday, May 1, 2014

Manajemen Sumber Daya Islami Bank Syariah


MANAJEMEN SUMBER DAYA ISLAMI BANK SYARIAH
Makalah ini ditujukan untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Manajemen Lembaga Keuangan Syariah
   
Oleh:
Dea Mazaya                                       (1306345346)
Rizal Pahlevi                                      (1306433544)
  

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI KAJIAN TIMUR TENGAH DAN ISLAM
JAKARTA

2014



Continue reading Manajemen Sumber Daya Islami Bank Syariah

Wednesday, April 30, 2014

Tahlilan Dalam Pandangan Syari’ah

Tahlilan Dalam Pandangan Syari’ah[1]

A.  Prolog

Bismillahirrahmanirrahim

Tahlilan atau sering juga disebut "kenduri kirim do'a" merupakan acara ritual keagamaan ('amaliyah ubudiyah) yang berisi bacaan ayat-ayat Qur'an, dzikir dan do'a, biasanya dilakukan oleh sebagian masyarakat Islam nusantara khususnya warga Nahdliyyin (Nahdlatul Ulama) yang berjalan sejak lama dan mengakar sehingga menjadi tradisi.

Namun persoalannya kemudian, sebagian orang masih bertanya-tanya, apakah acara tahlilan itu mempunyai dasar dalam bingkai syariah atau tidak? Bagaimana hukum fikihnya mengadakan tahlilan? Apakah masalah ini termasuk bid'ah? Jika memang ritual itu dianggap baru, apakah setiap yang baru mesti ditolak?  Apa akar masalahnya? dan masih banyak lagi permasalahan yang akan muncul dari perbincangan ini, nah inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama sebagai mahasiswa agama atau yang berada dalam proses belajar ilmu syariah (tafaqquh fiddin) apalagi di lembaga pendidikan islam tertua sekelas Al-Azhar As-Syarif.
Continue reading Tahlilan Dalam Pandangan Syari’ah

Saturday, April 26, 2014

Logika Melawan Sabda

Logika Melawan Sabda[1]
Oleh: Mohammad Hanif Fikri[2]


A.    Pendahuluan

Segala puja dan puji syukur terucap hanyalah untuk-Nya. Tuhan yang tidak pernah mati dan memang takan pernah mati. Tuhan yang menciptakan akal namun tidak bisa dicapai dengan akal. Tuhan yang menciptakan logika namun tidak bisa dibahas dengan logika.  Tuhan yang Maha Mencipta tapi takan bisa dicipta. Tuhan yang menciptakan manusia tapi tidak bisa disamakan dengan manusia. Dialah Allah, Tuhan yang Maha Menguasai alam semesta. Semoga kita selalu berada dalam naungan Rahman dan Rahim-Nya. Amien ya Mujîbassâilin.
Continue reading Logika Melawan Sabda

Wednesday, April 16, 2014

Ketika Keyakinan Diragukan

Ketika Keyakinan Diragukan[1]
  1. Prolog
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan akal juga petunjuk untuk mencari kebenaran, untuk memilih sebuah keyakinan, untuk dapat memiliki pengetahuan agar tidak selalu salah dalam mencari kebenaran, agar tidak salah dalam menjalani kehidupan dan agar selalu terbimbing dalam mengarungi lautan keraguan.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan teruntuk manusia paling mulia dan dicintai di Bumi bahkan di alam semesta ini, Nabi Muhammad Saw. yang dengan perantara Beliau, kita semua bisa berada pada jaman seperti sekarang ini, jaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Mungkin, jika Beliau tidak pernah dihadirkan di kehidupan ini, kita akan menjadi makhluk sosial yang tidak bersosial, makhluk berakal yang tidak berakal, makluk yang diberi rasa namun tidak berperasaan. Sungguh suatu rahmat yang sangat besar yang diberikan oleh Allah dengan pengutusan beliau. Sungguh suatu kenikmatan dan keindahan yang tidak bisa untuk ditandingkan. Alhamdulillah wassyukru lillah wasshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah.

Continue reading Ketika Keyakinan Diragukan

Saturday, April 12, 2014

,

Aliran Tijaniyah: Sebuah Thariqah yang kontroversial



 ALIRAN TIJANIYAH
Sebuah Thariqah yang kontroversial[1]
Oleh: Rizal Fahlevi Matsani[2]

I. Pendahuluan

Bismillahirrohmanirrahim.
Puji serta Syukur semoga senantiasa kita panjatkan kepada Allah Swt..
Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad Saw., para Sahabatnya,  dan Pengikutnya. Mudah-mudahan kita menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.

Al-Qusyairi meriwayatkan bahwa Al-Junaid berkata,”Tasawwuf adalah penyucian diri bukanlah banyak shalat dan puasa, melainkan keikhlasan penuh dan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Itu pun bukan jalan yang ditempuh para imam yang dikenal sangat menekankan zuhud dan warak, dengan mengenyampingkan kewajiban-kewajiban agama.

Thariqah Tijaniyah menurut penulis adalah sebuah thariqah yang kontroversial. Hal ini terbukti Ketika kita membaca buku-bukunya kita akan mendapati  bagaimana dogma-dogma Tijaniyah yang cukup kontroversi diantara para ulama seperti, meyakini tentang Wihdatul Wujud, suatu keyakinan yang cukup mencengangkan dengan mempercayai bahwa pencipta adalah sekaligus makhluk ciptaannya, sebaliknya hamba itu dapat menjadi pencipta dengan bersatunya tuhan kepada dirinya, atau dalam istilah jawanya manunggaling kawula lan  gusti. Dan banyak lagi dogma-dogmanya yang perlu kita telaah lebih lanjut agar tidak ada ketimpangan didalam berpikir.

Continue reading Aliran Tijaniyah: Sebuah Thariqah yang kontroversial

Friday, April 11, 2014

Aliran Jabariyah

Aliran Jabariyah[1]
Robot-Robot Tuhan[2]

Prolog

Bismillahirrohmanirrahim.
Puji serta Syukur semoga senantiasa kita panjatkan kepada Allah Swt..
Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad Saw., para Sahabatnya,  dan Pengikutnya. Mudah-mudahan kita menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.

Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk didalamnya manusia sendiri. Selanjutnya tuhan bersifat maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Disini timbullah pertanyaan sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan tuhan, bergantung pada kehendaknya dan kekuasaan mutlak tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Diberi tuhankah manusia kemerdekaan dalam mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan mutlak tuhan.

Definisi Jabariyah

Continue reading Aliran Jabariyah

Wednesday, March 26, 2014

Seputar Hadis Daif dan Perannya dalam Fadhailul-A'mal



Seputar Hadis Daif dan Perannya dalam Fadhailul-A'mal[1]

Oleh : Fitrian Nabil[2]



I. Prolog


Pada akhir hayatnya, Rasulullah Saw. mewasiatkan kepada kita semua umatnya untuk berpegang teguh kepada Alquran dan hadis agar tidak tersesat di dalam bertindak. Eksistensi hadis untuk Alquran merupakan sesuatu yang urgen, keterikatan keduanya yang sangat erat dan tidak mungkin dipisahkan, karena diantara ayat-ayat dalam Alquran ada yang disebutkan secara global, maka dari itu perlu kepada penjelasan mendalam, disinilahurgensi hadis untuk Alquran sebagai penjelas. Kaum muslimin sepakat bahwa hadis merupakan sumber kedua sebagai pijakan dan pedoman dalam hidup karena hadis berasal dari Rasulullah Saw. yang merupakan wahyu Allah Swt. yang Dia turunkan melalui perkataan, tindakan dan keputusan rasul-Nya.

Ilmu hadis merupakan disiplin ilmu yang mulia, saking mulianya, banyak ulama yang memuji ahli hadis atau orang-orang yang mendalami ilmu hadis, diantara ulama yang banyak memuji ahli hadis adalah Imam Syafii, beliau berkata "Apabila aku melihat ahli hadis seakan-akan aku melihat sahabat-sahabat Rasulullah Saw.".


Continue reading Seputar Hadis Daif dan Perannya dalam Fadhailul-A'mal

Perbandingan Syi’ah Imamiyah dan Ahlusunnah



Perbandingan Syi’ah Imamiyah dan Ahlusunnah[1]
I.       Prolog


Segala puji bagi Allah, Rabbul 'izzah yang memiliki kasih sayang tanpa batas kepada makhluk-Nya, yang telah memuliakan kita dengan syari'at Islam. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda nabi besar kita sayyiduna Muhammad Shalallahu 'alaihi wa Sallam. Beliaulah satu – satunya pembawa Risalah Allah Subhanahu wa Ta'ala yang dijadikan sebagai rahmatan lil 'alamiin.

Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Syi’ah Imamiyah dan Ahlusunnah dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Syafi’i dengan Madzhab Maliki dll.

Padahal problem mendasar yang melatarbelakangi perbedaan antara Syi’ah Imamiyah dan Ahlusunnah adalah problem Ushuliyah.

Continue reading Perbandingan Syi’ah Imamiyah dan Ahlusunnah

Wednesday, February 27, 2013

,

Hukum Mengucapkan Selamat pada Hari Raya non-Muslim


Hukum Mengucapkan Selamat pada Hari Raya non-Muslim[1]
Oleh: Fitrian Nabil[2]

I.     Prolog

Sebagai umat Nabi Muhammad Saw., sudah seharusnya kita hidup dengan semua makhluk Allah Swt. dengan akhlak yang bagus, baik itu dengan manusia ataupun hewan. Baik itu sesama muslim maupun non-muslim. Terutama jika ada diantara saudara atau teman atau tetangga kita yang beragama non-muslim. Dan apa yang akan kita lakukan jika mereka memberikan ucapan selamat ketika kita merayakan hari raya kita, apakah kita harus membalas ucapan tersebut pada hari raya mereka?
Hukum mengucapkan selamat kepada non-muslim pada hari raya mereka memang permasalahan yang ambigu[3]. Tak bisa dielakkan lagi, para ulama terdahulu dan kontemporer pun berselisih tentang hukum didalamnya. Dalam kesempatan ini, pemakalah ingin memaparkan beberapa pendapat para ulama didalam hukum pengucapannya. Diantara mereka ada yang menolak dengan keras, dan memberikan fatwa haram, dan ada pula yang membolehkannya. Diantara kita masih ada yang belum mengetahui pendapat ulama tentang itu, dalam waktu yang bersamaan diantara kita ada yang mengetahuihanya satu pendapat dan satu dalil, tanpa melihat pendapat lain yang dimana pendapat ini juga mempunyai dalil yang kuat. Lalu dengan yakinnya dia mengatakan bahwa perbuatan ini hukumnya seperti ini.
Sungguh betul kaidah yang mengatakan :                                                                                   
مَنْ كَثُرَ عِلْمُهُ قَلَّ إِنْكَارُهُ
“Siapa yang banyak ilmunya niscaya sedikit menyalahkan”.
Tidak banyak yang bisa saya paparkan dalam makalah ini, karena keterbatasan ruang dan waktu. Akan tetapi sayaberharap, semoga dengan tulisan yang sedikit ini bisa membuka pemikiran dan menambah cakrawala kita.

II.  Ulasantema

Para ulama terdahulu maupun sekarang berbeda pendapat didalam hukum mengucapkan selamat kepada non-muslim pada hari raya mereka. Disini ulama terbagi kepada dua pendapat; ada yang melarangnya dan ada yang membolehkannya. Ulama yang dimaksud disini adalah ulama-ulama yang mu’tamad; yaitu yang bisa dipercaya dalam pengambilan hukum mereka dengan berlandaskan nash-nash yang kuat dan terpercaya. Karena diantara mereka ada yang tidak mu’tamad, seperti ulama kaum liberal dan plural. Karena mereka tidak berpondasi pada dasar yang kuat. Juga mereka bependapat sesuai dengan nafsu mereka, yaitu mengatakan bahwa semua agama itu benar.
Maka dari itu tidak perlu untuk mendatangkan dan memaparkan pemikiran para liberalis dan pluralis, dan hanya berfokus kepada ulama-ulama ahlussunnah wal-Jama’ah, berikut adalah uraian pendapat ulama didalamnya.

1.      Pendapat yang melarangnya

Diantara ulama terdahulu yang paling keras melarang pengucapan selamat kepada non-muslim adalah Syaikul-Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul-Qoyyim al-Jauziyah, disebutkan didalam kitab “Ahkamu Ahliz-zimmah" milik Ibnul-Qoyyim, beliau menyebutkan : “Adapun pemberian selamat di upacara spiritual mereka itu haram hukumnya secara sepakat. Seperti memberikan ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka”.[4]
Dengan pemaparan Ibnul-Qoyyim diatas, Syekh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaiminmemberikan penjelasan bahwa pengucapan selamat kepada non-muslim pada hari raya mereka secara tidak langsung menganggap betul apa yang diyakini oleh non-muslim tersebut serta ridha bagi mereka dengan akidah mereka itu. Meskipun seorang muslim itu tidak ridha bagi dirinya sendiri dengan akidah mereka. Karena itulah, haram hukumnya bagi seorang muslim ridha dengan ibadah serta perayaan non-muslim[5], hal ini berdasarkan firman Allah Swt yang artinya sebagai berikut:

JikakamukafirMakaSesungguhnya Allah tidakmemerlukan (iman)mu, danDiatidakmeridhaikekafiranbagihamba-Nya; danjikakamubersyukur, niscayaDiameridhaibagimukesyukuranmuitu.[6]

Sebagian mereka ada yang berpendapat bahwa pengucapan selamat kepada non-muslim merupakan peniruan tingkah laku terhadap mereka, karena itu Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah juga menyebutkan dalam kitabnya “Iqtidhau as-Shirathil-Mustaqim li mukhalafati ashabil-Jahim” : “Peniruan terhadap mereka (non-muslim) pada hari raya mereka dengan tujuan menghibur hati mereka dengan apa yang mereka lakukan adalah termasuk perbuatan yang bathil”.[7]Dikhawatirkan jika kita memberikan kata selamat kepada mereka pada hari raya mereka, akan mengakibatkan semakin kuat keyakinan mereka, dan semakin senang akan apa yang mereka anut, padahal apa yang mereka anut itu adalah salah.
Ada pula ulama belakangan ini yang mengeluarkan fatwa haram, seperti Syekh Abdullah bin Baz, karena pengucapan selamat ini merupakan bentuk penyerupaan orang muslim terhadap non-muslim, sedangkan menyerupai non-muslim haram hukumnya, berdasarkan hadis Rasulullah Saw. :
"مَنْ تَشَبَهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ"
“Siapa yang meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut”
Lalu apabila seorang non-muslim mengucapkan selamat kepada kita (muslim) pada hari raya kita, kita tetap tidak boleh mengucapkan selamat kepada mereka pada hari raya mereka, juga apabila mereka mengucapkan selamat kepada kita pada hari raya mereka, maka kita tidak boleh menjawab ucapan mereka tersebut. Karena perayaan tersebut bukan perayaan kita sebagai umat Islam, sebuah perayaan yang tidak Allah Swt. ridhai. Baik perayaan itu sudah ada sejak dulu mau pun sesuatu yang baru-baru mereka buat tetaplah perayaan itu tidak benar, karena setelah datangnya Islam, segala agama-agama sebelumIslam telah terhapus dengan adanya Islam. Dan siapa yang mengharapkan agama selain Islam, maka ditolak,[8] yang tertulis dalam al-Quran :

Barangsiapamencari agama selain agama Islam, makasekali-kali tidakakanditerima (agama itu) daripadanya, dandia di akhirattermasuk orang-orang yang rugi.[9]

Disebutkan juga didalam kitab“Ahkamu ahliz-Zimmah”, bahwa kebanyakan orang yang tidak memiliki capability dalam agama, akan terperosok melakukannya (mengucapkan selamat), diapun tidak mengetahui keburukan yang dia perbuat. Dan siapa orang yang melakukan ucapan selamat kepada seorang hamba dalam hal kemaksiatan, bid’ah dan kekufuran, maka dia sungguh telah memancing kemarahan dan kemurkaan AllahSwt.,[10] wal-‘Iyadzubillah.
Banyak juga ulama-ulama kontemporer yang melarang melakukannya, bahkan ada yang melarang membantu dalam pekerjaan orang non-muslim dalam menyiapkan perayaan mereka, seperti menyiapkan teh, kopi, dan bentuk bantuan lainnya. Hal ini berdasarkan bahwa perayaan non-muslim merupakan bentuk perbuatan dosa, sedangkan membantu seseorang dalam perbuatan dosa adalah hal yang diharamkan oleh Allah :

“Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kalian kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.[11]

2.      Pendapat yang membolehkan

Permasalahinimerupakanpermasalahan yang sangatpentingdansangatsensitif. Sehingga menuntut para fuqaha memutar balik otak didalam menentukan hukum ini, bagaimana mereka bisa menyesuaikan hukum ini dengan waktu dan tempat. Diantara ulama yang membolehkan pengucapan selamat kepada non-muslim akan hari raya mereka adalah Syekh Yusuf Qardhawi. Hal ini berdasarkan dengan ayat al-Quran :

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu, dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.[12]

Dua ayat diatas menunjukkan bahwa non-muslim terbagi kepada dua kelompok, diantara mereka ada yang menerima umat muslim dan ada juga yang membenci serta memeranginya.
Lafaz “أن تبروهم” pada ayat diatas menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kita tuk berbuat baik kepada non-muslim selama mereka tidak membenci atau memerangi umat Islam. Karena makna “ألبر “ itu sendiri adalah memberikan sesuatu yang kita miliki kepada orang lain, maka ini jauh lebih mulia dari pada “"القسط yang bermakna adil, yang dimana adil disini ialah memberikan sesuatu sebatas yang menjadi hak mereka.[13]
Pengucapan selamat juga diperbolehkan apabila seorang non-muslim mengucapkan selamat pada hari raya umat Islam, ini dikarenakan Allah sangat menganjurkan kepada kita agar membalas sebuah kebaikan orang lain dengan perbuatan yang jauh lebih baik atau yang setara, berdasarkan ayat al-Quran:

“Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). 
Sesungguhnya Allah memperhtungankan segala sesuatu”.[14]

Karena itulah perbuatan ini termasuk perbuatan yang baik antara muslim dengan non-muslim, seperti menjenguk ketika mereka sakit, saling memberi dan menerima hadiah, menjamu dan lain-lain, karena ini adalah bentuk dakwah seorang muslim, yaitu dengan akhlaqul-Karimah dan perbuatan baik lainnya. [15]
Imam al-Mardawi juga menyebutkan didalam hukum pengucapan selamat kepada non-muslim dia berkata didalam kitabnya “Al-Inshaf”  : “perkataannya (Imam Ahmad) tentang pengucapan selamat, takziyah, dan menjenguk mereka (non-muslim) ketika sakit itu ada dua riwayat, dan beliau menyebutkannya didalam kitab “Al-Hidayah”, bahwa perkataan ulama tentang itu saling bertentangan, dan Islam mempersilahkannya (pengucapan selamat), aku berpendapat : inilah yang benar”.[16]
Kebanyakan daripada ulama terdahulu melarang pengucapan selamat kepada non-muslim pada hari raya mereka dikarenakan kondisi yang berbeda dengan zaman sekarang. Hal ini senada dengan pendapat Syekh Yusuf al-Qardhawi, bahwa beliau berbeda pendapat denganIbnu Taimiyyah pada hal ini, kemungkinan Ibnu Taimiyyah memaparkan pendapatnya itu karena kondisi saat itu yang menuntut hal tersebut, karena pada zaman Ibnu Taimiyyah banyak terjadi peperangan antara muslim dengan non-muslim. Kalau saja beliau hidup pada zaman sekarang yang dimana kehidupan muslim dan non-muslim saling berkaitan dan harmonis, kemungkinan besar dia akan memperbolehkannya.[17]
Syekh ‘Alisy pernah ditanya tentang pengucapan selamat kepada non-muslim : “Apakah itu (pengucapan selamat kepada non-muslim) dianggap murtad?’ beliau menjawab : “tidaklah murtad orang yang berkata kepada nasrani : “semoga Allah memberikanmu kehidupan setiap tahun” dengan tidak bermaksud mengkultuskan kekufurannya dan juga tidak ridha dengan akidahnya”.[18]
DR. Wahbah Zuhaily juga berasumsi demikian, bahwa berbagai macam etika dan pergaulan dengan non-muslim seperti bertukar kartu ucapan atau salingmenziarahi pada hari-hari raya itu tidak masalah, selama tidak bertentangan dengan syariat Islam.[19]
Beberapa majlis fatwa juga mengeluarkan fatwa, seperti badan fatwa “Darul-Ifta al-Mishriyyah al-‘Arabiyah” pada situs webnya menyatakan boleh hukumnya mengucapkan selamat kepada non-muslim pada hari raya mereka.[20] Begitu juga badan fatwa di Eropa, memberikan hukum yang sama. Dan ini memang sebuah permasalahan yang sangat membutuhkan jawaban yang bijak, karena saudara-saudara muslim yang menjadi kaum minoritas di Negara-negara Eropa, mereka hidup saling berdampingan dengan masyarakat non-muslim, sudah menjadi kerabat dekat dan saling memberibahkan seperti saudara. Maka dari itu perbuatan ini termasuk perbuatan baik, yang dimana perbuatan baik itu sangat dianjurkan oleh Islam, sebagaimana Allah perintahkan dalam al-Quran :

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.[21]

Pengucapan selamat ini boleh dilakukan dengan berbagai bentuk, baik secara langsung, yaitu dengan lisan, maupun dengan tulisan atau surat. Baik secara pribadi ataupun atas nama organisasi.
Akan tetapi, pembolehan hukum memberikan selamat ini tidak secara mutlak, bahkan ada batasan-batasan yang tidak boleh dilewati oleh seorang muslim. Pengucapan selamat kepada  non-muslim ini diperbolehkan selama pengucapan selamat ini tidak menyinggung sesuatu dari keyakinan atau akidah mereka, seperti ucapan “semoga Allah memberkahimu di hari rayamu ini”. Juga tidak meyakini bahwa agamanya benar, karena jika seorang muslim mengucapkan selamat kepada non-muslim bersamaan dengan membenarkan akidahnya dan meyakini apa yang mereka lakukan itu tidak salah maka itu dianggap sama saja seperti mereka, yaitu tunduk kepada tuhan mereka yang mereka yakini, dan ini adalah perbuatan yang dimurkai oleh Allah Swt. daripada membunuh, meminum khamardan berzina[22].
Jadi pengucapan selamat kepada non-muslim pada hari rayanya tidaklah haram menurut beberapa pendapat para ulama, karena ini adalah termasuk perbuatan baik, selama tidak membenarkan apa yang mereka yakini serta tidak menyinggung akidahnya

.
III.   Kesimpulan

Dengan beberapa beberapa dalil-dalil dan pemaparan pendapat ulama yang rasikh dalam bidangnya, penulis ingin memberikan kesimpulan. Sudah sepatutnya kita sebagai penuntut ilmu yang tidak hanya terpaku pada satu mazhab atau satu pendapat, sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang sedikit ilmunya dan banyak menyalahkan. Maka dari pengucapan selamat kepada non-muslim bukan perbuatan yang dilarang, ini dikarenakan hubungan antara muslim dengan non-muslim yang harmonis, tapi akan berbeda cerita jika non-muslim itu memusuhi Islam, berdasarkan pada surat Al-Mumtahinah ayat 8-9 yang telah disebutkan diatas.
Akan tetapi pengucapan selamat tetap harus berada di koridor-koridor yang ditetapkan Islam, yaitu pengucapan yang tidak menyinggung akidah mereka, serta tidak pula senang dengan agama yang mereka anut. Karena jika senang dengan keyakinan mereka, dan menganggap benar, maka ini akan melahirkan pemikiran pluralisme, yang mengatakan bahwa semua agama benar, na’udzu billah.
Dan yang menjadi pertanyaan kita sekarang, mengapa para ulama berbeda pendapat pada satu hal, dan memberikan fatwa yang bermacam-macam?
Hal ini dikarenakan pokok permasalahan ini yang berada di area ikhtilaf, ini ditinjau dari ke-tsubut[23]-andan dilalah[24]pada sebuah nash[25]. Tsubutdan dalalah sebuah nash mempunyai dua nilai hukum; qath’i[26]dan zhanni[27]. Sementara permasalahan ini berada di hukum yang zhanni.  Yaitu sebuah hukum yang memang diperbolehkan berbeda pendapat didalamnya, dan bisa berubah sewaktu-waktu sesuai kondisi pada saat itu. Akan tetapi ranah ini tidak semua manusia bebas menetukan hukumnya hanya orang yang mempunyai kapasitas yang bisa menentukannya.
Zaman kita dengan zaman Ibnu Taimiyyah sangat berbeda, baik kondisi maupun situasi. Itulah mengapa Syekh Yusuf al-Qardhawi mengungkapkan, “kalau saja Ibnu Taimiyyah hidup pada zaman sekarang, mungkin dia akan merubah fatwanya, dan membolehkan perbuatan (pengucapan selamat) tersebut”.
Dan kesimpulan terakhir yang bisa diambil adalah bahwa perbedaan pendapatnya itu berkutat pada ranah yang berbeda. Karena pendapat yang tidak membolehkan itu menganggap bahwa perbuatan itu masuk dalam ranah akidah, sedangkan pendapat yang membolehkannya menganggap bahwa perbuatan itu masuk dalam ranah mujamalah atau bentuk pergaulan.  Indahnya jika kita berada dalam akidah yang mutawassith, yaitu tidak terlalu ekstrim dan tidak pula terlalu toleran, seperti kaum liberalis dan pluralis.
Wallahu a’lam




KajianFikihTradisional
DepartemenIntelektual IKPMA
Rabu, 13 Februari 2013





DaftarPustaka

Al-Quran al-Karim.

Al-Jauziyah, Ibnul-Qoyyim, Ahkamu ahliz-Zimmah, (Arab Saudi: Ramadi-Dimam, cet. I, 1997)

Al-Qardhawi, Yusuf, Fatawa mu’ashirah, (Kairo: Dar el-Qalam, cet.III, 2003)

Jum’ah, Ali, Al-Bayan limayushghilul-Adzhan, (Kairo: Dar el-mukatam, cet.I, 2005)

Taimiyyah, Ibnu, Iqtidhau al-Shirathi al-Mustaqim li mukhalafati ashab al-Jahim, (Riyadh: Maktabah el-Rusyd, cet. I)

Zuhaili, Wahbah,Mausu’ah al-Fiqh al-Islami, (Damaskus: Dar el-Fikr, cet.I, 2010)

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=120325

http://www.dar-alifta.org


[1]Makalahinidipresentasikanpadakajianfikihtradisional yang dilaksanakan di sekretariat IKPMA. Rabu, 13 Februari 2013.
[2]Mahasiswatingkat III fakultasUshuludinHadisUniversitas Al-AzharKairo.
[3]Bermaknalebihdarisatu; ketidakjelasan; kekaburan.
[4]Ibnul-Qoyyim Al-Jauziyah, Ahkamu ahliz-Zimmah,juz 1, pentahkik Yusuf bin Muhammad Al-Bakri dan Syakir bin Taufiq al-Aruwi, penerbit Ramadi-Dimam, Arab Saudi, 1997, cet. I, hal.441
[5]sebagian fatwa-fatwa Syekh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin di situs web : www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=120325
[6]QS. Az-Zumar:07
[7] Ibnu Taimiyyah, Iqtidhau as-Shirathil-Mustaqim li mukhalafati ashabil-Jahim, vol.1, pentahkik Nashir bin Abdul Karim al-‘Iql, Maktabah el-Rusyd, Riyadh, hal.486
[8]sebagian fatwa-fatwa Syekh Abdullah bin Baz di situs web : www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=120325
[9]QS. Al-Baqoroh:85
[10] Ibnul-Qoyyim Al-Jauziyah, Ahkamu ahliz-Zimmah, juz 1, pentahkik Yusuf bin Muhammad Al-Bakri dan Syakir bin Taufiq al-Aruwi, penerbit Ramadi-Dimam, Arab Saudi, 1997, cet. I, hal.441
[11]QS. Al-Maidah:02
[12]QS. Al-Mumtahinah:07-08
[13]Yusuf al-Qardhawi, Fatawa Mu’ashirah, jilid 3, Dar el-Qalam, Kairo, cet.III, 2003, hal.669
[14] QS. An-Nisa:86
[15] Ali Jum’ah, Al-Bayanlimayushghilul-Adzhan,Dar el-mukatam, Kairo, cet.I, 2005, hal.60
[16]Ibid.,hal.59
[17]Yusuf al-Qardhawi, op. cit., hal.673
[18] Ali Jum’ah, Al-Bayan limayushghilul-Adzhan, Dar el-mukatam, Kairo, cet.I, 2005, hal.60
[19]WahbahZuhaili,mausu’atul-Fiqhil-Islami,juz 1, Dar el-Fikr, Damaskus, cet.I, 2010, hal.772
[20]Situs webresmidarul-iftaMesir : www.dar-alifta.org
[21]QS. An-Nahl:90
[22]Ibnul-Qoyyim Al-Jauziyah, Ahkamu ahliz-Zimmah, juz 1, pentahkik Yusuf bin Muhammad Al-Bakri dan Syakir bin Taufiq al-Aruwi, penerbit Ramadi-Dimam, Arab Saudi, 1997, cet. I, hal.441
[23]Kebenaransumber
[24]Kandunganmakna
[25]Al-Quran danHadisNabi.
[26]Absolut, universal danpermanen.                                     
[27]Relatifdandapatberubah.
Continue reading Hukum Mengucapkan Selamat pada Hari Raya non-Muslim