ALIRAN
TIJANIYAH
Sebuah Thariqah yang kontroversial[1]
Oleh: Rizal Fahlevi Matsani[2]
I. Pendahuluan
Bismillahirrohmanirrahim.
Puji serta Syukur semoga senantiasa kita panjatkan
kepada Allah Swt..
Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada
nabi Muhammad Saw., para Sahabatnya, dan
Pengikutnya. Mudah-mudahan kita menjadi pengikutnya hingga akhir zaman.
Al-Qusyairi meriwayatkan bahwa Al-Junaid berkata,”Tasawwuf
adalah penyucian diri bukanlah banyak shalat dan puasa, melainkan keikhlasan
penuh dan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Itu pun bukan jalan yang
ditempuh para imam yang dikenal sangat menekankan zuhud dan warak, dengan
mengenyampingkan kewajiban-kewajiban agama.
Thariqah Tijaniyah menurut penulis adalah sebuah
thariqah yang kontroversial. Hal ini terbukti Ketika kita membaca buku-bukunya
kita akan mendapati bagaimana dogma-dogma
Tijaniyah yang cukup kontroversi diantara para ulama seperti, meyakini tentang Wihdatul
Wujud, suatu keyakinan yang cukup mencengangkan dengan mempercayai bahwa
pencipta adalah sekaligus makhluk ciptaannya, sebaliknya hamba itu dapat
menjadi pencipta dengan bersatunya tuhan kepada dirinya, atau dalam istilah
jawanya manunggaling kawula lan gusti. Dan banyak lagi dogma-dogmanya yang
perlu kita telaah lebih lanjut agar tidak ada ketimpangan didalam berpikir.
II. Aliran Tijaniyah
1). Biografi Pendiri Aliran Tijaniyah
Namanya yaitu
syekh Abu Al-Abbas Ahmad bin Muhammad( nama panggilan: Abu Amr) bin Mukhtar bin
Ahmad bin Muhammad bin Salim At-Tijani Al-Midhawi bin Al-‘Aid bin Salim bin Ahmad
(nama panggilan: ‘Ilwani) bin Sayyidi Ahmad bin Sayyidi ‘Ali bin ‘Abdullah bin Al-‘Abbas
bin Abdul Jabbar bin Idris bin Idris bin Ishaq bin ‘Ali Zainal Abidin bin Ahmad
bin Muhammad (nama panggilan: An-Nafs Al-Zakiyah) bin ‘Abdullah Al-Kamil bin Hasan
Al-Matsna bin Hasan As-Sabath bin Imam ‘Ali bin Abu Thalib Ra.. Adapun At-Tijani
menunjukkan bahwa syekh Abu Al-Abbas
keturunan dari bani Tawjin (Ashabul Tahirah)[3]dan Takamud dari bangsa Barbar.
Dan Al-Mudhawi di ambil dari nama desa ‘Ain Madhi yang terkenal dengan daerah
padang pasirnya di negri Maghribi. Nasab keluarganya sangat baik hal ini
terbukti di sebutkan di dalam kitab Jawahir Al-Ma’ani dan kitab Bughyah Al-Mustafid.
Adapun kelompoknya atau pengikutnya dari bani Zabyan kerajaan Talmasan dan bani
Maryan, kerajaan Magrib Al-Aqsho.
Adapun dari
kitab Tijaniyah dikatakan bahwa nasabnya
berakhir pada Muhammad bin Abdullah bin
Al-Hasan bin Imam Hasan bin Ali Ra. Bin Abi Thalib. Syekh Ahmad Tijani lahir pada tahun 1150 H,
atau tepatnya pada tahun 1737 M, di desa ‘Ain Madhi[4]. Adapun bapaknya yaitu Abu
‘Abdullah Muhammad bin Muktar wafat pada tahun 1166 H. ibunya ‘Aisyah binti
Muhammad bin Sanusi At Tijani Al-Madhawi wafat bersama suaminya di daerah Tho’un.[5]
Syekh Ahmad At-Tijani
sudah hapal Al-Qur’an pada umur 7 tahun[6], kemudian setelah hapal
Al-Qur’an, ia mulai mempelajari ilmu Syari’ah dan Sastra. diantara buku yang ia
baca yaitu: Mukhtasor Kholil, Ar-Risalah dan Muqoddimah Ibnu Rusyd, adapun
fiqihnya yaitu mazhab Malikiyah. Setelah itu, ia mulai mengkonsentrasikan
dirinya kedalam dunia Tasawwuf. Dia juga bayak melakukan perjalanan rohani
diantaranya:
1).
Perjalanan Pertamanya ke Fasa
Setelah wafat
orang tuanya di Tha’un pada tahun 1166 H. ia mulai memfokuskan diri belajar di daerah
tempat tinggalnya(‘Ain Madhi). Akan tetapi pada umur 21 tahun,pada tahun 1171
H, ia memutuskan untuk melakukan perjalan ke daerah Fasa yang telah ia dengar
dari hadits, disana ia bertemu dengan Thayyib bin Muhammad Al-Yamlahi[7]. Dan dari beliau syekh Ahmad
Tijani mengambil thariqahnya dan meminta izin
didalam talqin dan wiridnya. Setelah itu syekh Ahmad Tijani bertemu juga
dengan Muhammad bin Al-Hasan Al- Wanjali akan tetapi ia tidak mengambil apapun
darinya dan juga ia bertemu dengan syekh Abdullah Ibnu Al-‘Arabi Al-Mad’u ibnu
‘Abdullah.[8] Kemudian mengambil
thariqah syekh Abdul Qadir Jaelani [9]dari seorang yang menekuni
thariqahnya pada saat itu. Kemudian ia mengambil thariqah An-Nashriyyah dari
syekh Ubay ‘Abdullah Muhammad bin ‘Abdullah At-Tijati. Kemudian mengambil
thariqah Abu Al-Abbas Ahmad bin Habib bin Muhammad[10], dari seorang syekh yang
menekuni thariqah tersebut. Kemudian ia mengambil thariqah Ahmad Thawasy. Kemudian
dari Maghribi ia pergi ke arah padang pasir bermaksud untuk ke ruang kecil tempat
sholat ‘Abdul Qodir bin Muhammad Al- Abyadh, setelah itu ia pergi ke Talmasan.
2).
Perjalanan ke Mekkah
Setelah dari Talmasan ia menuju ke Mekkah
untuk melaksanakan ibadah Haji. Didalam perjalanannya ia singgah di Tunisia
pada tahun 1186 M. lalu disana ia bertemu dengan syekh Abdurrahman Ar-Rahwi, di Tunisia ia mempelajari kitab Al-hikam
Al-‘Athoiyah[11].
Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya dan mampir sebentar di Cairo, lalu ia
bertemu dengan syekh Mahmud Kurdi. Dari Mesir ia menuju ke Mekkah tepatnya pada
bulan Syawal tahun 1187 H. Lalu ia bertemu dengan syekh Ahmad ibn ‘Abdul Hadi
Al-Hindi[12]di
Mekkah.
Setelah
hajinya selesai ia menuju ke Madinah untuk berziarah ke makam Rasulullah Saw.
dan para sahabatnya Ra., disana ia bertemu dengan syekh Abi ‘Abdullah Muhammad
ibn ‘Abdul Karim Al-Syahir Al-Samaniyah Ra.. Ketika semua urusannya di Mekkah
selesai, ia memutuskan untuk pulang ke Talmasan,
tetapi diperjalanan pulangnya ia mampir sebentar ke makam syekh Mahmud Al-Kurdi,
lalu ia mengambil thariqah Al-Khalwatiyah dan diizinkan didalam mempelajari thariqah
tersebut, setelah dari Mesir ia ke Tunisia lalu ke Talmasan pada tahun 1188 H.
3).
Perjalanan keduanya ke Fasa
Pada tahun
1191 H, ia memutuskan untuk ke Fasa yang kedua kalinya, dengan tujuan ingin ziarah
ke makam syekh Idris, dan dijalan ia bertemu dengan khalifah ‘Ali Harazim Pengarang
kitab Jawahir Al-Ma’ani di kota Wajdah[13]. Setelah itu ia
memutuskan untuk pulang ke Talamasan.
Pada tahun
1196, ia melanjutkan perjalanannya ke istana Abu Samghun dan air terjun di padang
pasir daerah timur, disana ia berkhalwat dan memfokuskan diri untuk ibadah
kepada Allah Swt..
Wafatnya
Ia wafat pada
hari Kamis tanggal 17, bulan Syawwal
tahun 1230 H/1815 M. ia meninggal pada umur 80 tahun. ia wafat sesudah shalat Shubuh
ketika ia berbaring dan meminta air,setelah ia minum barulah ia menghembuskan
nafas terakhirnya. Ia dikuburkan di sebuah ruangan kecil yang terkenal di Fasa.
Akan tetapi didalam kitab Al-Saif Al-Maslul dikatakan bahwa banyak perselisihan
tentang tahunnya, seperti dikitab Jawahir Al-Ma’ani bahwa meninggalnya pada
tahun 1160 H, ada yang mengatakan pada tahun 1196 H.
Perkembangan
Thariqah Tijaniyah dan Sebab-Sebab Tersebarnya.
Setelah melakukan rihlah rohaninya dan bertemu dengan
berbagai macam ulama, sekaligus mengambil berbagai macam thariqahnya.pada tahun
1196 H disebuah tempat/istana yang bernama Samghun[14]. Ia mencetuskan sebuah
thariqah baru yaitu thariqah Tijaniyah. Disana ia mendapatkan izin/ doa restu
dari Rasulullah Saw. yang diceritakan bahwa ia bertemu dengan Rasulullah Saw.
dalam keadaan sadar ketika ia melakukan khalwat. Hal ini ditandai dengan adanya
wirid dan shalawat Al-Fatih yang konon datangnya dari Rasulullah Saw..[15]
Didalam kitab
At-tijaniyah dikatakan bahwa thariqah ini, thariqah sesat. Hal ini dikarenakan
perkataan imam Tijani yang mengatakan bahwa thariqah ini dicetuskan oleh Rasulullah
Saw. dengan cara bertemu dan berbicara dengannya. Dan dikatakan bahwa syekh
At-Tijani mendapatkan wahyu bukan dari Rasulullah Saw. melainkan dari syetan
yang menyamar menjadi Rasulullah Saw.. sebagaimana firman Allah Swt.:
شيا طين الا نس و الجن يو حي بعضهم الي بعض ز حرف
القول غرورا ولو شاء ربك ما فعلوه فذ رهم وما
يفترون[16]
“Setan-setan manusia dan Jin,
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan indah sebagai
tipuan. Dan kalau tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya,
maka biarkanlah mereka bersama apa(kebohongan) yang mereka ada-adakan”.
Setelah itu thariqah ini berkembang
ditangan para pengikutnya sampai menguasai sebagian besar wilayah benua Afrika,
dan sekarang pengikut tersebarnya diwilayah Afrika bagian barat seperti:
Senegal, Nigeria, Moritania, dan Maghribi. Akan tetapi terdapat pula diwilayah
lain seperti : Mesir, Sudan, dan sebagian negara arab.
Sebab-sebab berkembangnya yaitu:
1). Syekh Tijani
hidup pada masa dimana ilmu pengetahuan sedikit atau di sebut masa itu masa
kebodohan dan juga banyak pemaksaan dimana-mana.
2). Syekh Tijani
lebih cenderung menyukai akal, sehingga banyak pengikutnya menyukai hal
tersebut. dan sering melakukan penyerupaan kepada Al-Qur’an dan hadits nabi Muhammad
Saw..
3). Mendapatkan legalitas dari Khalifah
Sulaiman ( khalifah Maghribi).[17]
4). Tersebarnya
thariqah ini karena memberikan jaminan masuk syurga kepada pengikutnya yang
tidak didapatkan dithariqah manapun[18]
Aqidah-Aqidah
Aliran Tijaniyah
A). Aqidah
Aliran Tijaniyah Tentang Hal-Hal yang Terkait dengan Ketuhanan.
1).
Mayoritas pemeluk thariqah ini meyakini aqidah Wihdatul Wujud. Yaitu suatu
keyakinan yang substansinya mengajarkan bahwa sang pencipta adalah juga
sekaligus makhluk ciptaannya dengan arti bahwa sang pencipta menyatu dengan
makhluknya. Dalam istilah Jawa dikenal dengan istilah Manunggaling Kawula
lan Gusti ( bersatunya hamba dengan tuhan).
Dalilnya:
a). didalam kitab Maydan
Al-Ifdhal disebutkan , bahwa Allah Swt. bukanlah sebuah substansi yang mutlak
baginya, dan substansi Allah Swt. memerlukan seluruh bentuk makhluknya. Dan
bentuk/substansi Allah Swt. menyatu dengan seorang hambanya.
b). Alam semesta
termasuk penciptanya, adalah sebuah partikel-partikel yang berbeda wujud dan
fungsionalnya, yang kemudian menyatu dan membentuk sebuah wujud yang khusus. seperti
sebuah substansi atau wujud manusia yang semua partikel dan fungsionalnya
berbeda menjadi satu, Dan membentuk sebuah wujud yang khusus.
2). Para pemeluk thoriqot ini berkeyakinan,
bahwa para syekh dan nabi-nabi
mampu mengetahui rahasia alam ghaib. hal ini sesuai dengan yang ditulis di dalam kitab mereka, diantaranya:
mampu mengetahui rahasia alam ghaib. hal ini sesuai dengan yang ditulis di dalam kitab mereka, diantaranya:
Didalam kitab Rammah Hizb Ar-Rahim[19]
dikatakan: seharusnya seorang murid harus percaya tentang apapun yang terkait
dengan syekhnya diantaranya: pernyataan bahwa syekhnya bisa melihat alam ghaib.[20]
Dalilnya:
Firman Allah Swt.:
عا لم الغيب فلا يظهر علي غيبه احدا الا من ار تضي من
رسول[21]
“Dia mengetahui yang ghaib, tetapi dia
tidak memperlihatkan kepada siapapun tentang yang ghaib itu, kecuali kepada
rasul yang di ridhainya”.
Tafsirnya didalam kitab Jawahir Al-Ma’ani
yaitu:
Bahwa Allah Swt. mengeluarkan/ memberitahu didalam hati
hambanya dengan cara menyampaikannya tanpa sesuatu yang bisa dinalar oleh panca
indra, tidak ada perantara, dan tidak bisa dilogikakan, itulah yang disebut
ilmu ladduni Allah Swt., akan tetapi ilmu ini bisa didapat dengan cara
diperantarai oleh Rasulullah Saw. tanpa rasul-rasul yang lainnya.
Didalam kitab Durrah Al-Khoridah
dikatakan bahwa pengetahuan tentang alam ghaib tidak akan bisa didapat tanpa Allah
Swt. memberikannya. Akan tetapi keistimewaan pengikut thariqah Tijaniyah,
pengikutnya bisa mendapatkan Ilmu Ladduni dengan perantara Rasulullah
Saw..
B). Aqidah Aliran Tijaniyah Tentang
Al-Qur’an, Kerasulan, dan Hari Akhir
1). Aqidah Aliran Tijaniyah Tentang
Hal-Hal yang Terkait dengan Al-Qur’an
- mereka beranggapan bahwa shalawat Al-Fatih itu lebih utama dibandingkan membaca
Al-Qur’an. Didalam kitab Jawahir Al-Ma’ani dikatakan bahwa: aku diperintahkan
oleh Rasulullah Saw.untuk selalu membaca shalawat Al-Fatih, lalu aku bertanya
kepada Rasulullah Saw. tentang keutamaan didalam membaca shalawat Al-Fatih.
Kemudian Rasulullah Saw. menjawab bahwa keutamaanya, yaitu membaca shalawat
al-fatih seperti membaca Al-Qur’an enam kali. Lalu memberitahuku lagi bahwa
membaca shalawat Al-Fatih seperti membaca seluruh tasbih (dzikir ataupun doa)
yang diambil dari Al-Qur’an sejumlah 6000 kali[22].
2). Aqidah Aliran Tijaniyah Tentang
Hal-Hal yang Terkait dengan Rasulullah Saw..
-
Aqidah mereka tentang melihat dan bertemu Rasulullah Saw. dengan keadaan
sadar.
Hal ini berlandaskan bahwa syekh-syekh
mereka mendapatkan dzikir dan wirid langsung dari Rasulullah Saw. dalam keadaan
sadar bukan dalam keadaan mimpi. Sebagaimana dikatakan didalam kitab Rammah
Hizb Ar-Rahim bahwa tidaklah sempurna seorang hamba didalam Maqam Ma’rifat
sebelum ia bertemu dengan Rasulullah Saw. dalam keadaan sadar[23]
Dalilnya:
رواه البخا ري و مسلم و ابو داود عن ابي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلي
الله
عليه و سلم يقول: من راني في المنام فسيراني في اليقظة,
و لا يتمثل الشيطا ن بي.[24]
Hadits ini
jelas menunjukkan bahwa seseorang bisa
melihat Rasulullah Saw. dalam keadaan sadar.[25]
- Aqidah mereka bahwa nabi Muhammad
Saw. tidak menyampaikan semua wahyu kepada pengikutnya.
Didalam kitab jawahir al-ma’ani
dikatakan bahwa, suatu perkara yang universal
untuk ummat Rasulullah Saw. seluruhnya disampaikan ketika nabi Saw. ketika
hidup, dan perkara yang partikel atau khusus itu tidak dibatasi dengan ruang
dan waktu, artinya sesuatu yang khusus bisa disampaikan setelah nabi Muhammad Saw.
meninggal.[26]
Dalilnya:
عن ابي هريرة ر ضي الله عنه قا ل: حفظت من رسول الله صلي
الله عليه و سلم
و عاءين, فاما احدهما فبثثته, و اما الاخر فلو
بثثته قطع هذ ا البعلو م[27]
Telah berkata
penulis Bugyah Al-Mustafid bahwa: tidak
hilang sesuatu yang belum disampaikan oleh allah Swt. atas perihal perkara yang
khusus, walaupun Rasulullah Saw. sudah wafat[28]
- Aqidah mereka bahwa boleh bertawassul
dengan dzat Rasulullah Saw.
Thariqah Tijaniyah membolehkan
bertawassul dengan dzat Rasulullah Saw. dan dengan syekh At-Tijani. Adapun tata
cara bertawassul dengannya, telah dijelaskan dalam kitab Rammah Hizb Ar-Rahim
yaitu dengan membaca shalawat Al-Fatih 100 X. Baru setelah itu, sebutkan
berbagai macam hajat, kemudian membaca doa:
يا رب تو سلت اليك بحبيبك و ر سلك و عظيم القدر عندكسيد
نا محمد
صلي الله عليه و سلم في قضا ء الحا جة التي اريد
ها X 100
Kemudian
membaca:
اسالك و اتوجه اليك بجا ه القطب الكا مل سيدنا احمد بن
محمد التجا ني
و جا هه عندك ان تعطيني كذا و كذا,
Setelah itu sebutkan
hajat-hajat kita, disyaratkan batas maksimal 10 hajat.[29]
Dalilnya:
Allah Swt.
berfirman:
يا ايها الذين امنوا اتقواالله و ابتغوا اليه الوسيله[30]
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah Swt. dan carilah wasilah”
- Aqidah mereka bahwa
syekh Tijani adalah penutup para wali.
Yang dimaksud penutup para wali disini
yaitu bukan berarti setelah itu tidak ada wali lagi, tetapi maksud diatas
yaitu, penutup wali yang paling utama. Karena setelah syekh At-Tijani tidak ada
wali yang menyamai tingkatannya. Dan juga didalm kitab Bugyah Al-Mustafid dikatakan bahwa, syekh
At-Tijani adalah wali yang paling utama/penyempurna wali-wali sebelumnya atau
sesudahnya.
Dalilnya:
مثل امتيى مثل المطر لا يدري اوله خير ام اخره[31]
3). Aqidah Aliran
Tijaniyah Tentang Hal-Hal yang Terkait dengan Hari Akhir
- Aqidah mereka, bahwa nabi Muhammad Saw.
menjamin pengikutnya masuk syurga
Dalilnya:
Allah Swt. berfirman:
و من يطع الله والرسول فا اولئك مع الذين انعم الله
عليهم من النبيين
و الصد يقين و الشهدا ء و الصا لحين و حسن او
لئك رفيقا[32]
“Dan barang
siapa menaati Allah swt. dan rasulnya( nabi Muhammad Saw.), maka mereka itu
akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah Swt, yaitu para
nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang
shaleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”.
Syekh Muhammad At-Tijani
mengatakan bahwa: pengikut nabi Muhammad Saw. ada yang masuk syurga tanpa
dihisab
حديث ابي هريرة
عند احمد والبيهقي في البعث عن النبي صلي الله عليه و سلم قال: سالت ربي
فوعدني ان يدخل الجنة من امتي زمرة سبعون الفا تضيء
وجوههم اضاءة القمر ليلة البدر,
فاستزدت ربي فزا دني مع كل الف سبعين الفا.[33]
- Aqidah aliran Tijaniyah, bahwa siapa orang yang
melihat syekh Tijani, dia akan masuk syurga.
Dalinya:
قال النبي صلي الله عليه و سلم: لا تمس النار مسلما
راني. رواه التر مذي.
Didalam kitab
Al-Intishaf dikatakan bahwa siapa yang telah bermimpi bertemu dengan syekh At-Tijani,
maka ia telah bertemu dengan keadaan sadar[34].
Secara tidak langsung perkataan ini sebagai analogi dari hadits diatas.
- Aqidah aliran Tijaniyah tentang
keutamaan pengikut aliran Tijaniyah di hari akhir
Pengikut thariqah At-tijaniyah
berkeyakinan bahwa rasulullah Saw. mengistimewakan mereka dibanding umat yang
lainnya. Keutamaannya seperti mereka mengetahui sesuatu yang menurut mereka
masih dirahasiakan Rasulullah Saw. dan dikatakan didalam kitab Rammah Hizb Ar-Rahim
bahwa faktor yang membuat mereka istimewa adalah dzikir yang langsung dikasih oleh
nabi Muhammad Saw.
Wirid dan Dzikir Aliran Tijaniyah
1). Wirid-wirid yang lazim
a). Wirid yang dibaca setiap pagi dan sore
- Istighfar 100 X
- Shalawat kepada nabi Muhammad Saw.. 100X
-La Ilaha illa Allah 100 X
Di syaratkan membaca wirid ini sesuai dengan urutan
wiridnya.[35]
2). Amalan yang dibaca sehari sekali
ا). استغفر الله العظيم الذي لا اله الا
هو الحي القيوم(ثلاثين مرة)
ب).صلا ة
الفاتح لم اغلق (خمسين مرة)
اللهم صلي
علي سيد نا محمد الفا تح لما اغلق, و الخا تم لما سبق, نا صر الحق با الحق, الها
دي الي صرا طك المستقيم, و علي اله حق قدره و مقداره العظيم[36]
ج).لا اله
الا الله (ما ئة مرة )
د). جو هرة
الكما ل (اثنتي عشرة مرة )
اللهم صل و
سلم علي عين الرحمة الر با نية واليا قوتة المتحققة الحا ئطة بمركز المفهوم والمعا
ني و نور الاكوان المتكونة, الا دمي صا حب الحق الربا ني البر ق الا سطع بمزون
الاريا ح الما ئلة لكل متعرض من البحور والاو ني, و نورك اللا مع الذي ملا ت به كو
نك الحا ئط با مكنة ال مكا ني, اللهم صل و سلم علي عين الحق التي تتجلي منها عرو ش
الحقائق, عين المعا رف الا قوم صرا طك
التا م الا سقم, اللهم صل علي طلعة الحق با لحق الكنز الا عظم افا ضتك منك اليك احاطة
النور المطلسم صلي الله عليه و سلم , و علي اله صلا ة تعرفنا بها ايا ه.[37]
Syarat-syarat didalam membaca
Jawhirah Al-Kamal yaitu:
-pembacanya harus bersuci dengan
air, tidak boleh dengan debu
- adanya kasur yang suci yang
ukurannya bisa memuat 6 orang, hal ini sesuai dengan apa yang telah dilakukan
oleh nabi Muhammad Saw. dan sahabat lainnya.[38]
Syekh Muhammad Al-Hafidz At-Tijani
mengatakan bahwa pada pada dasarnya wirid ini hukumnya sunnah, tetapi jika ada
yang nazar maka hukumnya berubah mejadi wajib.[39]sebagaimana
hadits nabi Muhammad Saw. yang berbunyi:
قال النبي
صلي الله عليه و سلم: من نذ ر ان يطيع الله فليطعه[40]
3).Dzikir setiap hari Jum’at-
membaca la ilaha illa allah selama satu jam atau lebih, yang dibaca setelah
shalah ashar hingga terbenamnya matahari[41].
Dan disyaratkan sebelum membacanya harus bersuci dengan air, karena Rasulullah
Saw. mengerjakan hal yang demikian itu[42]
2).Wirid Ikhtiyari
- يا قوتة الحقا ئق
-
الصلا ةالغيبية
-
الحزب السيفي
-
حزب البحر
-
الا سما ء الا د
ريسية
-
استغفا ر الخضر
اللهم اني استغفرك
من كل ذ نب تبت اليك منه ثم عدت فيه, واستغفر ك من كل ما و عدتك به نفسي ثم لم اوف
لك به, واستغفرك من كل عمل ار د ت به و جهك فخا لطني فيه غير ك, و استغفر ك من كل
نعمة انعمت بها علي فاستعنت بها علي معصيتك, و استغفر
ك يا عا لم الغيب
و الشها دة, و من كل ذ نب اذنبته في ضيا ء النها ر او سواد الليل في ملا ء
ا و خلا ء او سر او علا نية يا حليم.[43]
- دعاء لرؤ يته صلي الله عليه و سلم بعد
مو ته
اللهم اجمع جميع اذ كا ر الذ اكرين و جميع صلوات
المصلين, و اجعل لي جميع الا ذكا ر ذ كري, و جميع الصلوا ت صلاتي في سيد نا محمد
شفيع المذ نبين, و علي اله الا بحر الكا ملين عدد ما في علمك يا ر ب.[44]
- صلا ة
رفع الا عما ل
اللهم صلي
علي سيد نا محمد النبي عدد من صلي عليه من خلقك, و صل علي سيد نا محمد النبي
كما ينبغي لنا ان نصلي عليه, و صلي علي سيد نا
محمد النبي كما امر تنا ان نصلي عليه[45]
.
- المسبعا ت العشر
- دعا ء في قوت القلو ب[46]
Disyratkan untuk membaca ini semua
harus dapat izin dari syekh yang mendalami thariqah Tijaniyah.[47]
Penutup
Setelah kita
bahas dan ulas masalah hal yang terkait thariqah At-Tijaniyah dalam berbagai
perspektif, dengan makalah sederhana ini. Penulis merasa bahwa tidak akan cukup
dengan tulisan dikertas yang terbatas ini mencakup semuanya. Mungkin kita akan
membutuhkan beratus-ratus lembar untuk menjelaskan secara detail dan
terperinci. Akan tetapi penulis meminta maaf tentang sedikitnya referensi,
dikarenakan buku-buku yang terkait dengan thariqh Tijaniyah cukup sulit
didapatkan. dan sudah menjadi kewajiban kita untuk terus menelaah dan
membacanya dengan suatu harapan kita dapat memecahkan persoalan yang berada disekitar kita dengan ajaran yang sesuai dengan hati dan kebenaran islam.
Menurut penulis, thariqah Tijaniyah adalah thariqah
yang penuh dengan kontroversi, hal ini
terkait dengan akidah-akidah mereka yang penuh dengan tanda tanya dan
mengundang misteri, yang harus kita telisik lebih lanjut. Dan penulis tidak
bisa menghukumi suatu thariqah dengan pernyataan bahwa thariqah ini adalah
thariqah sesat, sebelum adanya telaah lebih mendalam.
Mungkin tulisan ini bukanlah sebagai patokan yang
harus kita ikuti begitu saja, karena mungkin apa yang ada di makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekhilafan yang
mestinya itu tidak dipaparkan.
Sebagai ummat islam kita patut bersyukur dengan segala
kenikmatan yang telah Allah Swt. Berikan kepada kita, yang mana kesyukuran dan
kenikmatan itu tidak akan ditemukan dalam agama lainnya selain islam. Semoga
dengan ini kita dapat lebih meningkatkan ketakwaan dan keimanan kita kepada
Allah Swt..
Wallahu 'alam bi shawab.
Daftar Pustaka
- Al-Qur’an dan
Terjemahnya, Al-Huda, 2005 M.
- Hisyam
Muhammad Karbani, Tasawuf dan Ihsan, Serambi, Cet: I, tahun 2007 M.
- Duktur ‘Ali bin Muhammad Ali Dakhilillah,
At-Tijaniyah, Dar Al-‘Ashimah, Cet ke: II, 2008 M.
- ‘Abdullah
Haka At-Tijani, Al-Yawaqit wa Al- Jawahir Al-Mudhiiah, Ma’rifat, 1988 M.
[1] . Makalah ini
dipresentasikan pada BSC Ke IV,.
[2] . Mahasiswa Al-Azhar,
jurusan Syariah Islamiyah.
[3] . Tahirah yaitu sebuah nama untuk suatu kota yang saling
berdekatan di Aqso Al-Maghrib, salah satunya Tahirah Qadimah dan yang satu
lainnya disebut Tahirah Muhaddasah. Dan
didaerah tersebut banyak mengalami hujan. Mi’zam Al-Buldan : 2/7, cet: Bayrut.
[4] . Jawahir Al-Ma’ani
1/26,27. Al-Istiqsho fi Tarikh Al-Maghribi
Al- Aqsho 8/83,84. Haliyah Al-Basyar 1/303.
[5] . Jawahir Al-Ma’ani
1/28,31.
[6] . Jawahir Al-Ma’ani
1/26,27.
[7] . Dia Thayyib bin
Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim Al- Yamlahi Al-‘Alami, wafat pada tahun 1218
H di Akhir Rabi Al-Sani dan dikuburkan di Wajan dari negri yang sudah hancur
dari Mashmudah, Jawahir Al-Ma’ani 1/43.
[8] . Beliau lahir di
Andalusia dan wafat tahun 1188 H,
Jawahir Al-Ma’ani 1/44.
[9] . Namanya: Syekh
Abdul Qadir bin Musa bin ‘Abdullah bin Janki Daus At Al-Husni Abu Muhammad
Muhyiddin Al-Jaelani atau Al-Kaelani atau Al- Jumaeli, pendiri thariqah
Qadariyah, lahir di daerah Jaelani belakang Thubrestan tahun 471 H, kemudian
pergi ke Baghdad tahun 488H,, beliau banyak mengarang buku, diantaranya
Al-Goniyyah Litholib Tahoriq Al-Ha, Fath Ar-Rabbani, Futuh Al-Guyub dan
Fuyudhtoul Al-Rabaniyah, wafat di Baghdad tahun 561 H, Al-A’lam 4/171,172.
[10] . Ia sering di
panggil Al-Ghomari As-Saljamasi Ash-Shodiqi , wafat pada tahun 1165 h, pada
bulan Muharram , Jawahir Al-Ma’ani 1/44/45.
[11] . Kitab itu ditulis
oleh Ahmad bin Muhammad bin ‘Atoillah Al-Sakandari. Buku itu membahas berbagai
macam jalan rohani, diantaranya ikhlas, juhud, ‘uzlah, dan ridho. Dan telah
disyarah oleh Muhammad bin Ibrahim Al-Ma’ruf dalam kitabnya Syarh Al-Hikam.
[12] . Namanya: Abu
Al-‘Abbas Ahmad bin ‘Abdullah Al-Hindi, wafat pada tahun 1187 H, diambil dari
kitab Jawahir Al-Ma’ani, 1/47,47.
[13] . Kota itu terkenal
di kerajaan Magribia
[14] . Tempat/istana ini
diambil dari nama Abu Samghun, tempat ini terkenal didaerah padang pasir
sebelah timur. Yang dimaksud istana disini yaitu kuburan Abu Samghun. Bughyah
Al-Mustafid.
[15] . Jawahir Al-Ma’ani,
1/51.
[16] . QS. Al-An’am, 112.
[17] . kasyfu Al-Hijab,
21.
[18] . kasyfu Al-Hijab,
269.
[19] . Buku ini ditulis
oleh Amr Al-Fawati, seorang pengikut thariqah Tijaniyah.
[20] . Rammah Hizb
Al-Rahim fi Nuhuri Hizb Ar-Rahim, 1/28.
[21] .
QS. Al-Jin, 26, 27.
[22] . Jawahir Al-Ma’ani,
1/136
[23] . Rammah Hizb Ar-Rahim,
1/199.
[24] .
Diriwayatkan oleh imam Bukhari ( Shahih Bukhari bersama syarahnya, Fath Al-Bari,
12/383. Dan diriwayatkan oleh imam Muslim ( Shahih Muslim ‘ala Syarh An-Nawawi,
15/26. Diriwayatkan oleh Abu Dawud( Sunan Abu Dawud bersama syarahnya ‘Aun Al-Ma’abud,
13/366).
[25] . Rammah Hizb Ar-Rahim,
1/205.
[26] .Jawahir Al-Ma’ani,
1/140. Rammah Hizb Ar-Rahim, 1/146. Ad-Durroh Al-Khoridah, 1/70. Mizab
Ar-Rahmah Ar-Rabbaniyah, 211.
[27] .
Diriwayatkan oleh imam Bukhari( Fath Al- Bari, 1/204).
[28] . Bugyah Al-Mustafid,
66, 67.
[29] .Rammah Hizb Ar-Rahim
fi Nuhur Hizb Ar-Rajim, 1/265.
[30] . QS. Al-Maidah, 35.
[31]. Diriwayatkan oleh
At-Tarmidzi dan ia mengatakan hadis ini Hasan Gharib( Tuhfatul Al-Ahwadzi,
8/170, 172.
Dan diriwiyatkan oleh At-Tarmidzi didalam
kitab Nawadir Al-Ushul, 152. Diriwayatkan oleh imam Ahmad, Al-Musnad, 3/130,
143, 4/319. Dan berkata Ibnu Hajar hadits ini Hasan Gharib, di dalam kitab
Al-Fath. Berkata Manawi dan Zarkasi: Dhaif hadits ini menurut imam Nawawi
didalam fatwanya (Fayd Al-Qadir, 5/517).
[32] .
QS.An-Nisa, 69.
[33] .
Shahih Bukhari, Fath Al-Bari, 11/406. Dan diriwayatkan oleh imam Muslim, Shahim
Muslim Syarh An-Nawawi, 3/93,94. Diriwayatkan oleh imam Ahmad, Musnad, 400,
401.
[34] . Al-Intishaf fi Radd
Al-Inkar ‘ala Thariq, 24, cet: 2.
[35] . Ahzab wa Awrad At-Tijani.
8, cet ke:IV, ditahqiq oleh Muhammad Al-Hafidz At-Tijani.
[36] .
Ahzab wa Awrad AtTijani, 12. Ditahqiq oleh Muhammad Al-Hafidz, cet: V.
[37] . Ahzab wa Awrad AtTijani,
13,14.
[38] . Ahzab wa Awrad At-Tijani, 10, Al-Durroh Al-Khoridah,
3/199,200.
[39] . Ahzab wa Awrad At-Tijani,
10.
[40] .
Diriwayatkan oleh imam Bukhari( Shahih Al-Bukhari bersama syarahnya, fath Al-Bari
1-/581). Dan diriwayatkan oleh imam Ahmad didalam Musnadnya,6/36, 41, 224.
[41] . Ahzab wa Awrad At-Tijani,
10, 11.
[42] . Ad-Durroh al-Khoridah,
3/200.
[43] . Ahzab wa Awrad At-Tijani,
104, 105.
[44] . Ahzab wa Awrad
At-Tijani, 106.
[45] . Ahzab wa Awrad
At-Tijani, 110.
[46] . Ad-durroh Al-Kharidah,4/155,
174
[47] . Ahzab wa Awrad At-Tijani,
22.
0 komentar:
Post a Comment