Sunday, September 3, 2017

Berkaca Pada Ibrahim Dan Ismail

Oleh: Misbahul Badri

“Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu;
Insyaa Allah kamu akan mendapatiku
Termasuk orang-orang yang sabar”.
(QS. Ash-Shaffat:102)
Ibrahim dan Ismail dalam Alquran
Merujuk pada alquran, ditemukan bahwa para nabi dan rasul selalu membawa ajaran tauhid. Ayat-ayat di dalamnya mengunggah jiwa dan menuntut mereka untuk membangun sebuah masyarakat yang penuh dengan kemakmuran dan keadilan. Hingga datangnya nabi Ibrahim yang merupakan sosok yang dikenal dengan “Bapak para nabi”, “Bapak monoteisme”, serta “proklamator keadilan ilahi”. Karena agama-agama samawi dewasa ini merujuk kepada ajaran beliau.
Berbicara soal Ibrahim, maka ada sosok yang tak bisa kita lepaskan darinya, yaitu Ismail. Kisahnya pun sudah sangat masyhur di telinga kita. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa nabi Ibrahim mempunyai dua Istri, Siti Hajar dan Siti Sarah. Dari siti Sarah, ia mempunyai anak bernama Ishak, sedangkan dari Siti Hajar, ia mempunyai anak bernama Ismail. Pada garis keturunan Ismail bin Ibrahim-lah akan terjadi sejarah panjang tentang lahirnya sosok Khatami an-Nabiyyin.
Di dalam alquran, nabi Ibrahim dan Ismail menjadi salah satu nama yang paling populer disebut di antara 25 nabi yang termaktub kisahnya. Bukan tanpa alasan tentunya Allah sering menyebut dua nabi tersebut dalam alquran, bahkan dari dua nabi inilah lahir syariat haji yang menjadi pilar agama Islam.
M. fuad Abdul Baqi dalam al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Quran menyebutkan bahwa pengulangan kata Ibrahim dalam Alquran sebanyak 69 kali, yang disebutkan secara sharih, tidak dengan kata ganti (dhamir) atau kata lain yang mewakilinya. Sedangkan Ismail terulang sebanyak 12 kali. Beberapa ayat hanya menceritakan masing-masing tokoh, Ibrahim tanpa Ismail atau sebaliknya dan ada pula yang menceritakan kedua tokoh nabi ini.
Dua tokoh ini menjadi panutan dalam segala gerak geriknya, penyebar kabar gembira dan pengingat ketika keluar dari koridor yang ditentukan “(mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan dan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisa: 165).

Haji; peranan penting Ibrahim dan Ismail
Tidak dapat dipungkiri, bahwa aturan (baca: syariat) dalam sebuah agama merupakan hal yang sangat tidak bisa dilepaskan. Hal ini bisa dilihat dari begitu sentralnya peran yang dimainkan Syariat dalam tatanan  kehidupan si penganut agama tersebut. dari meleknya mata, hingga mata ini terpejam, semuanya diatur oleh syariat.
Sependek pengamatan yang penulis lakukan, setidaknya ada tiga cara yang Allah gunakan ketika menyampaikan syariat-Nya. Pertama, perintah atau larangan yang Allah sendiri berperan sebagai mutakallimnya, seperti ayat perintah shalat. Kedua, perintah atau larangan yang Allah sampaikan dengan perantara nabi-Nya, seperti tata cara shalat. Ketiga, perintah atau larangan Allah yang disampaikan melalui kisah-kisah nabi.
Haji dan qurban jika dilihat dari klasifikasi di atas, keduanya merupakan bentuk perintah Allah yang disampaikan secara langsung, Allah sendiri lah yang menjadi mutakallimnya. Namun, untuk merealisasikan perintah ini, Allah menjadikan nabi Ibrahim dan Ismail sebagai tokoh utamanya.
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa yang memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; barang siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam.” (Qs. Ali Imran: 66-67)
Lewat ayat inilah kewajiban haji Allah sampaikan kepada kita. Lalu, apa hubungannya perintah haji dengan nabi Ibrahim dan nabi Ismail? Bukankah haji itu sebuah ritual adat jahiliyah? Untuk menjawab peertanyaan-pertanyaan ini, kita bisa menggunakan pendekatan historis haji itu sendiri.
Saat berbicara tentang sejarah haji, maka satu hal yang tidak bisa dipisahkan juga adalah ka’bah. Fungsi ka’bah di sini adalah sebagai objek. Membahas sisi sejarah haji tanpa mendalami sejarah ka’bah bak memasak sayur tanpa air. Sangat tidak mungkin.
Para sejarawan sepakat bahwa ka’bah pada hakikatnya dibangun oleh nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Hal ini karena ka’bah yang ada sekarang identik dengan bangunan yang didirikan oleh nabi Ibrahim dan nabi Ismail. Mereka membangun ka’bah ini karena perintah Allah. Allah berfirman “dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “ya tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah: 127).
Haji itu sendiri merupakan salah satu bentuk keragaman ritual keagamaan bagi pemeluk agama-agama samawi. Haji telah dilaksanakan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad. Ibadah haji juga menjadi salah satu kewajiban seorang nabi. Tetapi, cara pelaksanaan (manasik) haji antara satu nabi dengan nabi lain memiliki perbedaan. Hal ini disebabkan oleh keragaman kondisi umat manusia dan lingkungan yang ada pada jamannya.
Pelaksaan ibadah haji yang dilakukan nabi Ibrahim mempunyai manasik yang terurai, terutama terkait dengan tempat dan kegiatan. Beberapa manasik tersebut berkaitan dengan sejarah hidup keluarga nabi Ibrahim. Ibadah haji yang dilakukan nabi Ibrahim dimulai dengan tawaf, pada setiap putaran mereka mengusap rukn (sudut ka’bah), Setelah itu mereka melaksanakn shalat di balik makam Ibrahim, dan kemudian melakukan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah, lalu mereka berangkat ke Mina untuk melempar jumrah dan dilanjutkan dengan mengunjungi Arafah, ditempat ini lah Allah memerintahkan nabi Ibrahim untuk menyeru manusia untuk melaksanakan ibada haji. Dari Arafah mereka menyembelih kurban dan bercukur.
Setelah melaksanakan ibadah haji, nabi Ibrahim kembali ke Syam dan meninggalkan nabi Ismail di Mekkah. Saat itu nabi Ismail mencapai kedewasaaannya, hingga mampu menggantikan ayahnya dalam mengemban tugas dakwah yang Allah perintahkan.
Hingga saat ini, rentetan tata cara haji persis sesuai dengan apa yang dilakukan nabi Ibrahim dan nabi Ismail kala itu. Artinya, dapat kita simpulkan bahwa nabi Ibrahim dan nabi Ismail berhasil menjalankan tugasnya sebagai tokoh utama dalam proses ibadah haji ini. Sehingga perannya pun masih bisa kita rasakan saat ini. Wallahu a’lam

Continue reading Berkaca Pada Ibrahim Dan Ismail

Wednesday, August 2, 2017

,

Laporan Kajian Tokoh IKPMA Mesir

Oleh: Misbahul Badri
Kamis, 27 Juli 2017

Setelah libur panjang puasa dan ujian, lembaga kajian IKPMA-Mesir kembali melanjutkan rutinitasnya yaitu Kajian Reguler IKPMA-Mesir yang diadakan setiap dwi minggu. Pada pembukaan ini, kajian dipresentatori oleh Hafizul Hakim dengan mengangkat tema “Imam Abu Hanifah; Mazhab Ahli Ra’yi” dan dimoderatori oleh Muhammad Afifi.

Mahasiswa yang masih mengikuti program bahasa ini menuangkan sebuah hasil analisanya terhadap pemikiran Imam Abu Hanifah dalam makalah setebal tujuh halaman. Lalu, ia klasifikasikan menjadi empat sub judul; riwayat hidup Imam Abu Hanifah, rihlah keilmuan Imam Abu Hanifah, fikih perspektif Imam Abu Hanifah dan sejarah proses tersebarnya mazhab Imam Hanafi.

Menurutnya, Imam Abu Hanifah adalah salah seorang imam mazhab yang Allah pelihara keeksistensian mazhabnya ini dengan banyaknya murid-murid beliau yang menyebarkan mazhabnya keseantero dunia. Beliau juga dikenal sebagai pencetus mazhab ahli ra’yi.

Selanjutnya, kajian berjalan dengan hangat. Terlihat dari banyaknya rekan-rekan yang hadir dan ikut berpartisipasi menyuarakan hasil pendapat, baik pada sesi kritik redaksi maupun sesi kritik isi. Ada beberapa catatan yang sekiranya menjadi bahan evaluasi bagi pemakalah. 

Diantara kritik-kritik yang ada, salah satunya adalah kurangnya relasi tema dengan ulasan tema, hal ini dilihat dari tidak terjawabnya mazhab ahli ra’yi yang ada pada ulasan tema dengan tema di atas. Mengingat hal tersebut merupakan hal yang sangat substansial dalam sebuah karya ilmiah. Beranjak pada kritik redaksi, selain typo yang menjadi problem klasik dalam menulis, ada beberapa catatan yang salah satunya adalah kurangnya improvisasi dalam menerjemahkan teks bacaan. 

selebihnya, rekan-rekan begitu mengapresiasi kinerja pemakalah. Semoga dengan ini menjadi penyemangat pemakalah dan rekan-rekan dalam menggairahkan dinamika kajian IKPMA yang sedang mencari titik terang ini.
Continue reading Laporan Kajian Tokoh IKPMA Mesir

Thursday, June 15, 2017

Seikat Tali Persaudaraan


    
  "Namaku Manila, panggil saja dengan nila, itu nama kecilku", katanya ketika kami berkenalan pada suatu hari dalam bis angkot yang membawa kami bersama ke satu tujuan, yaitu jln Semangka I, tempat di mana aku tinggal sekarang. “Hmm...nama yang unik, mengingatkanku pada sebuah ibu kota, tepatnya ibu kota Thailand. Nama yang sangat mudah diingat”, pikirku.  Setelah perkenalan itu, baru aku tahu kalau mbak Nila ini adalah keponakan om dan tante Budi, tetangga sebelahku. Rupanya ia baru datang dari Yogya seminggu yang lalu.

       "Om dan tante menginginkanku tinggal bersama mereka untuk sementara waktu ini. Yah..sekedar untuk mengusir rasa sepi dalam kehidupan mereka yang sampai sekarang ini belum dikaruniai seorang anak pun. Semoga dengan kehadiranku dapat menghibur hati mereka, sungguh kasihan mereka... " Itu jawabnya ketika kutanyakan apa tujuannya datang ke kotaku ini.

        Om dan tante Budi  memang belum mempunyai anak sampai usia pernikahan mereka yang ke lima belas ini. Sementara untuk mengadopsi mereka masih berkeberatan. Om dan tante Budi juga pernah bercerita kalau mempunyai keponakan perempuan yang juga anak tunggal dari kakak perempuannya om Budi yang hampir menyelesaikan kuliahnya di Universitas Gajah Mada Yogyakarta. "Pasti mbak Nila ini yang dimaksud mereka”, pikirku.

          Setelah hampir satu bulan kami berkenalan, tak terasa kami begitu akrab satu sama lain. Di mana ada mbak Nila aku pun diajak serta, ke pengajian Majlis Ta'lim, ke perpustakaan, sampai untuk mengaji Alquran pun aku sering diajaknya. Semua apa yang ia berikan membuat ada sesuatu yang menyejukkan dalam hati. Alhamdulillah, aku sudah mulai rajin sholat, mengaji, nggak suka jalan-jalan ke mall lagi. Pokoknya aku sekarang sedikit aliman walaupun jilbab belum kukenakan karena aku belum siap untuk memakainya. Begitu juga kalau aku akan pergi, kuingin mbak Nila besertaku selain  menjadi teman jalan, mbak Nila juga dapat memberikan masukan-masukan bila aku ingin membeli sesuatu. "Pikirkan dik, apakah itu benar-benar bermanfaat untuk adik", itu yang selalu ia katakan bila aku meminta pendapatnya. Yah...kami begitu dekat satu sama lain seakan kami adalah saudara kandung, dan kebetulan juga aku anak tunggal. Walaupun mbak Nila jauh lebih tua lima tahun dariku, tapi itu tak menjadi pemisah dalam keakraban kami. Mbak Nila di mataku begitu bersahaja, berwibawa, penyantun, lembut, cantik dan anggun dengan jilbab yang selalu dikenakannya kemana pun ia pergi, kecuali kalau pas di rumah.

                                                      *   *   *    *    *
        Setelah sekian lama aku menjalin persaudaraan dengannya, membuat aku mengikuti jejaknya. Yah... kini aku telah memakai jilbab dan berbusana muslimah. Ketika kukatakan niatku itu padanya, ia merangkulku penuh bahagia dan langsung menghadiahkanku sebuah jilbab putih yang baru dibelinya minggu yang lalu. Aku bahagia sekali.

        Mama dan papa? Alhamdulillah tidak menjadi masalah. Mereka pun mendukung prinsipku. "Anak gadis mama dan papa jadi tambah cantik deh...", puji mereka ketika pertama kali melihat diriku memakai jilbab. Aku hanya tersenyum senang, bahagia.

        Tapi tidak bagi teman-temanku di SMUN 10. Mereka kaget karena si bintang kelas yang selalui menjuarai berbagai perlombaan antar sekolah di berbagai bidang kesenian, olah raga dan pendidikan memakai jilbab. Santi yang dikenal mereka seorang anak yang lincah dan periang juga anak gaul memakai selembar kain yang bagi mereka itu penghalang gerak seorang wanita, pengukung emansipasi. Mereka tidak mau menerima keadaanku, mereka menginginku seperti Santi yang dulu yang bisa diajak kemana aja.

         Santoni, termasuk dari mereka yang yang menentang jalanku ini. Sang Idola cewek-cewek SMUN 10 itu tidak setuju dengan penampilanku sekarang ini. Kuno, terbelakang, tidak modern, katanya ketika melihatku dengan jilbab putihku. Aku terhenyak mendengar makiannya. “Oh....Tuhan, kenapa Santoni beranggapan seperti itu. Seharusnya ia bangga  kalau aku dapat mengamalkan perintah Allah secarah kaffah”.

       "Itulah ujian San. Bersyukurlah Allah berkenan menguji Santi yang ingin istiqomah di jalan-Nya.Ketahuilah bila seseorang hamba diuji Allah berrti Allah menginginkan hamba itu dekat dengan-Nya, karena Allah ingin mengetahui kadar ketaqwaannya...", tutur mbak Nila ketika kuceritakan masalahku. Dengan panjang lebar mbak Nila menjelaskan tentang pergaulan dalam Islam dan ia pun berusaha mengeluarkanku dari masalah yang sedang membelengguku.

       "Istiqomah ya dik, ikuti kegiatan Rohis yang ada di sekolahmu, insya Allah kau akan dapati masih banyak saudara-saudaramu yang mencintai dan menyayangimu karena Allah. Tahan uji adalah salah satu sifat seorang mukmin", kata mbak Nila lagi sambil tersenyum ke arahku, senyuman yang membuat tekad di hatiku untuk menjadi seorang wanita sholehah yang sering di sebut-sebutnya. Tanpa terasa air mataku mengalir terharu dengan penuturannya yang membuat hatiku plong.

                                                       *    *    *    *    *
          Alhamdulillah.....selain mbak Nila, ada Ima, Ina, Ani, Dina, Opi, Yanti dan banyak lagi teman yang memberikan support kepadaku, mereka berusaha menguatkan tekadku. Dari persaudaraan yang mereka ulurkan seakan berkata kalau aku tidak sendirian berjalan di jalan ini, masih banyak saudara-saudaraku yang bisa kuajak kerja sama, saudara-saudaraku yang baru aku ketahui bahwa merekalah saudara-saudaraku yang mencintaiku dan menyayangiku karena Allah.Kini aku tidak sendiri lagi terutama semenjak aku masuk dalam anggota rohis sekolah.
       
                                                       *   *      *    *     *
        "San...malam minggu ini kamu ada di rumah kan!?" Tanya Santoni suatu hari.
        "Duh...gimana ya Ton. Malam minggu ini aku harus menginap ke rumah nenek, habis udah janji sih sama beliau sekalian hari minggu kan hari libur", elakku.

        "Aduh Santi, kok banyak sekali alasanmu bila aku ingin apel malam minggu di rumahmu. Minggu kemaren kamu bilang sibuk mempersiapkan ujian Kimia, minggu kemarennya lagi kamu bilang mau nemani mama dan papamu memenuhi undangan makan malam relasi kerja papamu, dan minggu kemarennya lagi.......aduh, aku nggak ingat lagi alasan-alasanmu. Santi.., sejujurnya apakah kau tidak ingin bersamaku lagi merajut hari-hari kita dengan cinta?".

        "Maaf Ton, aku tetap tidak bisa. Selamat tinggal, aku masih punya banyak kerjaan", jawabku tegas. Tak kuhiraukan lagi panggilan Santoni, aku bergegas pergi. Ah...ada yang mengiris dalam hatiku, cinta sang coverboy yang telah berhasil kuraih harus terpaksa aku lepaskan demi meraih cinta yang sebenarnya, cinta hakiki. “Maafkan aku Ton”...bisikku.

                                                      *     *     *     *      *
         "San, ayo naik...!" Pinta Santoni kepadaku untuk naik di motornya setelah kami pulang dari sekolah.

         "Mmmakasih...Ton, aku naik bus aja bareng sama teman-teman", tolakku. "Teima kasih atas ajakanmu".

         Kutangkap tatapan tajam dari mata kelamnya, aku tak tahu apa itu, marahkah ia, kesalkah karena nggak pernah-pernah aku menolak  permintaannya. Tanpa berkata lagi, Toni langsung tancap gas. Tanpa kusadari banyak teman-teman yang menyaksikan adegan drama ini.

        "Tumben San, nggak mau di bonceng. Coba kalau Santoni tadi nyuruh aku yang duduk di belakangnya, wah...takkan bakal kutolak", celoteh  Rina yang langsung disambut riuh oleh teman-teman.

         "Eh San.., hati-hati lho kalau kamu nggak mau lagi sama si ganteng. Masih banyak yang menginginkan cintanya..." ujar Sari mewanti-wanti diriku.

                                                       *     *     *     *     *                      
         Kini siswa-siswi SMUN 10 geger, pasalnya aku putus resmi sama Santoni. Aku merasa lega sekali ketika kuucapkan kata "putus" itu. Kedudukanku sekarang bagaikan seorang selebritis yang jadi bahan gunjingannya para pers, di mana-mana orang orang membicarakan tentang putusnya hubungan kami.

         "Wah...bakal ada kesempatan nih merebut cinta sang Arjuna". Itu kata mereka. “Yah..terserah apa kata kalian, tapi aku mengetahui apa yang terbaik untukku”, bisikku.

                                                        *     *      *       *       *
          Sekarang hari-hariku kulalui dengan penuhnya kegiatan di rohis. Tapi tidak dengan Santoni, kelihatannya ia tidak seperti hari-hari sebelumnya. Kata teman-temannya Santoni sering bolos dari sekolah. Mendengar kabar itu aku jadi sedih, akukah penyebabnya? Kukuatkan hatiku, “berilah hidayah-Mu kepadanya sebagaimana Engkau memberikan hidayah-Mu kepadaku”, doaku dalam hati.
          "San, itu ditunggu si Ina, jadi rapat nggak?" tanya Atika.

          "Oh ya..", tiba-tiba aku tersadar dari lamunanku, astaghfirullah....

                                                         *      *    *       *        *
          Tahun berganti tahun. Kini aku telah menamatkan sekolahku di SMUN 10 dengan menggandeng Nem tertinggi di sekolahku. Alhamdulillah....syukurku. Tak lupa kutunjukkan keberhasilan itu pada mama, papa dan juga mbak Nila. Semuanya merasa senang dan gembira dengan prestasiku. Mama dan papa berniat mengajakku berlibur ke Amsterdam. Mbak Nila juga tidak ketinggalan ikut menghadiahkan sebuah Alquran kecil padaku.

          "Semoga tiap kali membaca Alquran  ini, dik Santi dapat teringat dengan mbak Nila", ucapnya. “Ah...mbak Nila, tanpa hadiah pun aku akan tetap mengingat persaudaraan kita ini. Kaulah yang mengajakku untuk mencapai hidayah-Nya”. Kupeluk tubuhnya, aku terharu dengan segala perhatiannya selama ini.

           "Dik Santi, percayakah dik Santi, kalau ada pertemuan pasti ada perpisahan?" tanya mbak Nila.

            "Ya.. percaya", jawabku.

            Mbak Nila tersenyum.,"begitu juga dengan kita". Perkataannya ini membuat aku langsung berpaling kearahnya.

            "Maksud mbak?" tanyaku.

            "Dik Santi jangan bersedih ya..., sepertinya kita akan sementara berpisah.  Mbak akan pulang ke Yogya, ada telegram dari ayah dan ibu yang menyuruh mbak harus cepat pulang".

            "Jadi mbak akan pergi meninggalkanku?".

            "Yah begitulah dik..., mbak akan menikah".

            "Apa mbak?, mbak akan menikah?". Mbak Nila mengangguk.

Entah perasaan apa yang sekarang ada dalam hatiku, bahagia atau sedih. Bahagia.., wajar karena kebahagiaannya kebahagiaanku juga. Mbak Nila bahagia karena akan menggenapkan dinnya yang separuh. Sedih..., itu pun ada karena kami akan berpisah, entah itu buat sementara atau selamanya.

             "Mbak, sebenarnya aku ingin kita selalu dapat bersama".

             "Yah..itu rencana manusia, tapi bila Allah menghendaki lain, kita tidak bisa mengelak dari kehendak-Nya. Dik San ti jangan bersedih ya, insya Allah...Allah akan mengganti yang lebih baik dari mbak. Yang penting selalulah istiqomah di jalan-Nya. Kuatkan hatimu dalam menggarungi ujian yang menghampiri, selalu bersabar. Dengan begitu engkau akan merasa Allah dekat denganmu. Dan terakhir, sering-sering ya kirim surat ke mbak, insya Allah mbak akan balas. San.., mbak tidak ingin mendengar setelah mbak pergi  kalau Santi nggak semangat lagi dalam hari-harinya".

           "Terima kasih mbak. Semoga mbak tidak melupakanku. Dan aku akan selalu mengingat mbak sampai kapan pun, karena mbak sudah seperti saudara kandungku sendiri, dan melalui mbak juga aku menemukan cinta sejati dan persaudaraan karena Allah. Doakan aku ya mbak semoga aku tetap istiqomah, begitu juga dengan mbak, semoga selalu istiqomah bersama dengan suami mbak Nila". Tak terasa mataku basah..., aku menangis, mbak Nila juga.  Kami saling berpelukan seakan kami tidak ingin kehilangan satu sama lain. 

                                                         *     *     *      *     *
            Mbak Nila telah pergi  tapi seakan ia tidak pernah pergi  dari hatiku. Ia selalu berada dalam hari-hariku. Kupandangi potonya yang tersenyum manis. Tak terasa gumpalan-gumpalan bening kembali menggenangi bola mataku. Bila teringat hari-hari yang kami lalui dengan keceriahan dan cengrama, aku akan selalu menangis. Tapi aku akan selalu berdoa semoga suatu saat kita kan dapat bertemu kembali.


                                                         *     *      *     *      *

Kreasi edisi 19
Continue reading Seikat Tali Persaudaraan